Prajurit KKO Pengangkat Jenazah Pahlawan Revolusi Terbaring Sakit, Ini Perjuangan Evert Julius!
Pelda KKO (Purn) Evert Julius Kandou, terbaring sakit di tempat tidur di rumahnya
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Prajurit Korps Komando (KKO) TNI AL, saksi peristiwa pembantaian dalam Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI), sekaligus pengangkat jenazah pahlawan revolusi dari sumur maut Lubang Buaya, kini terbaring sakit.
Korps Komando TNI AL (KKO) sekarang bernama Korps Marinir TNI AL.
Pelda KKO (Purn) Evert Julius Kandou, terbaring di tempat tidur di rumahnya.
Melansir Wartakotalive.com dari Dispen Korps Marinir dijelaskan pada Jumat (24/7/2020), Komandan Pusat Latihan Pertempuran (Puslatpurmar) 7 Lampon, Letkol Marinir Dodik Eko Siswanto, yang diwakili oleh Perwira Seksi Operasi (Pasiops) Mayor Marinir Suhartoyo beserta jajarannya mengunjungi kediaman Pelda KKO (Purn) Evert Julius Kandou.
Hal ini untuk memberi semangat dan rasa simpati kepada salah satu pelaku sejarah pengangkatan jenazah korban G 30 S PKI di Lubang Buaya.
• VIRAL Seorang Emak-emak Berani Melawan 2 Pelaku Begal, Senjata Tajm Celurit Pelaku Berhasil Direbut
Kedatangan Pasiops merupakan wujud kepedulian dan perhatian untuk memberi dukungan semangat kepada Pelda KKO (Purn) Evert Julius Kandou yang pada saat ini sedang menderita sakit asam urat dan keretakan tulang lutut kaki kiri, diakibatkan jatuh dari kamar mandi.
Pasiops menjelaskan, Pelda KKO (Purn) Evert Julius Kandou, adalah salah satu pelaku sejarah pengangkatan jenazah korban G 30 S PKI atau yang lebih kita kenal gerakan 30 September tahun 1965 adalah juga salah satu penemu daerah latihan.
Serangan Khusus Intai Amfibi di Lampon Banyuwangi yang sekarang menjadi Puslatpurmar-7 Lampon, salah satu Satuan Pelaksana (Satlak) di bawah Jajaran Komando Latih Korps Marinir (Kolatmar).
"Kita sebagai generasi penerus sangat berterima kasih kepada beliau atas jasa jasanya kepada bangsa dan negara khususnya Marinir dan TNI - AL pada umumnya, keluarga besar Korps Marinir dan khususnya anggota Puslatpurmar -7 Lampon, turut mendoakan agar beliau segera sembuh dan diangkat dari penyakitnya dan bisa beraktivitas kembali", pungkasnya.
Sejumlah prajurit dari Banyuwangi maupun Surabaya silih berganti menjenguk sang pelaku sejarah tersebut. Dengan sikap tegap dan hormat, para prajurit TNI AL menyapa Pelda KKO (purn) Event Julius Kandau.
Bahkan mobil ambulans TNI AL sengaja disiapkan di depan kediamannya untuk mengantarkan berobat ke rumah sakit.
Everthad Julius Ven Kandau menderita sakit sejak akhir Februari 2020 lalu, dan hanya bisa menjalani rawat jalan. Putra bungsu Pelda KKO (purn) Everthad Julius Ven Kandau, Laksmorion Moll Kandau menuturkan betapa gigihnya sang ayah pada saat bertugas mengangkat jenazah pahlawan revolusi di sumur Lubang Buaya, seperti yang dikisahkan sang ayah kepadanya.
“Ayah kami menyimpan sejumlah foto dokumentasi sejarah yang menjadi saksi kala itu. Ini selalu disimpan rapi untuk kenangan kepada anak dan cucunya,” katanya.
Sedangkan sang istri tercinta Pelda KKO (purn) Everthad Julius Ven Kandau, Theresia Judy Moll telah berpulang beberapa tahun silam.
• KABAR DUKA, Musisi yang Dijuluki Dewa Gitar Indonesia Meninggal Dunia, Ini Sosoknya!
Proses Pengangkatan Jenazah Para Perwira Tinggi TNI AD di Lubang Buaya
Melansir Tribun Manado, Proses evakuasi jenazah para Jenderal di Lubang Buaya, korban kebiadaban para pembelot Gerakan 30 September 1965.
Pengangkatan jenazah dari Lubang Buaya dilaksanakan oleh Personel KKO AL di bawah komando Mayjen Hartono.
Gerakan para pembelot yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunis ini menargetkan 7 orang perwira tinggi Angkatan Darat lantaran dianggap vokal menghalangi niatan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dengan menumbalkan Resimen Tjakrabirawa, G30S/PKI menculik dan membunuh para Jenderal TNI AD hingga satu Perwira hebatnya.
Dalam proses evakuasi para perwira tinggi TNI AD tersebut, yakni Jenderal Ahmad Yani hingga Letnan Pierre Tendean di Lubang Buaya yang berlangsung selama berjam-jam.
Kesaksian personel KKO AL dalam proses evakuasi tersebut menyisahkan kisah sedih.
Di mana Personel KKO AL adalah pasukan yang ditugaskan dalam proses evakuasi jenazah di Lubang Buaya.
Dikutip dalam artikel Sosok.id yang mengutip dari Akun Youtube MTA TV, Senin (30/9/2019) dalam tayangan video tersebut mewawancarai Pelda (Purn) Sugimin dan Pelda (Purn) Evert Julius Ven Kandou.
Keduanya adalah tentara yang diberikan tugas oleh Komandan KKO AL saat itu Mayjen Hartono untuk mengangkat jenazah korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Kompleks Halim.
Sugimin dan Ven Kandou termasuk dari 12 orang yang jadi saksi hidup melihat kekejaman apa yang dilakukan PKI terhadap tujuh perwira TNI AD.
Awal keduanya ditugasi saat itu 3 Oktober 1965 sore hari, seorang personel Kostrad bernama Kapten Sukendar mendatangi Pusat Kormar untuk menemui perwira dinas disana.
Tujuan Kapten Sukendar ialah meminta bantuan personel KKO AL untuk mengangkat jenazah para perwira TNI AD atas mandat dari Pangkostrad Mayjen Soeharto.
Lantas Sugimin dan Kandou bersama rekan-rekan naik truk menuju Lubang Buaya.
Sesampainya di Lubang Buaya, Sugimin dan Ven Kandou mengetahui secara jelas tugas apa yang bakal mereka lakukan.
Cepat saja Ven Kandou dan Sugimin langsung diperintahkan untuk masuk ke sumur tua tempat dimana tujuh jenazah perwira tinggi TNI AD dibunuh.
Dari 100 meter bau busuk mayat sudah tercium oleh Sugimin dan Ven Kandou saat masuk ke sumur tua itu.
"Dua hari setelahnya kami tak bisa makan (gara-gara bau itu)," tambahnya.
• Inilah 6 Manfaat Konsumsi Wortel untuk Kesehatan: Jaga Kesehatan Mata hingga Kurangi Risiko Kanker

Untuk mengangkat jenazah pun secara wajar tidak mungkin.
Hal ini lantaran posisi jenazah dari ketujuh perwira TNI AD di sumur itu terbalik, yakni kaki berada diatas dan kepala dibawah.
Mau tak mau kaki jenazah harus diikat dan ditarik keatas dalam keadaan terbalik.
"Yang ngenes sekali itu (jenazah) pak Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Sutoyo ketika ditarik ke atas sudah dimulut sumur talinya putus," kata Ven Kandou.
Putusnya tali itu membuat jenazah keduanya jatuh lagi kedalam sumur tua.
Ven Kandou melanjutkan jika dirinya semakin sedih tatkala melihat kondisi para jenazah, terutama jenderal Ahmad Yani.
"Sedih, saya melihat pak Yani lehernya disayat hampir putus," kata Ven Kandou.
Sugimin juga mengatakan kondisi jenazah Ahmad Yani yang paling memprihatinkan.
"Mungkin Pak Yani diberondong tembakan berkali-kali."
"Pada waktu (jenazah Ahmad Yani) diangkat kotoran dari perutnya keluar (sobek akibat berondongan peluru sebelumnya), jenazah yang lainnya tak ada yang sampai seperti itu," ujar Sugimin.
Perlu 2-3 jam bagi tim untuk mengangkat semua jenazah keluar dari sumur tua di Lubang Buaya itu.
=====