Inilah Monyet Terbesar di Dunia, Ukuran Tubuhnya Capai 3 Meter & Berat 500 Kg, Mirip Orang Utan
Ia mirip dengan orang utan, namun berdasar fosil yang ditemukan, ukurannya mencapai tiga meter.
Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Pernahkah kamu melihat monyet yang sangat besar?
Penampakan monyet terbesar ini sepertinya pernah dijumpa di film-film.
Namun, ternyata monyet terbesar pernah hidup di dunia.
Monyet terbesar di dunia, Gigantopithecus, memang sudah punah sekitar 100.000 tahun yang lalu.
Ia hidup kira-kira selama enam sampai sembilan juta tahun di wilayah selatan Tiongkok.
Ia mirip dengan orang utan, namun berdasar fosil yang ditemukan, ukurannya mencapai tiga meter.
Kalau tinggi tubuhmu sekitar 120 - 150 sentimeter, berarti primata ini sekitar 3 atau 4 kali lipatnya.
Dan memiliki berat tubuh kira-kira 500 kilogram.
Hewan berukuran besar bisanya tidak punya banyak pemangsa, dan punya daerah kekuasaan untuk mencari makanan.
Namun, menurut penelitian, ukuran yang besar ini juga jadi penyebab primata ini punah.
Perubahan iklim di akhir zaman es membuatnya tidak bisa bertahan hidup.
Dengan badan yang begitu besar, Gigantopithecus membutuhkan makanan dengan jumlah yang banyak.
• Anak-anak di Nunukan Perbatasan Malaysia Rindu Sekolah, Kandang Ayam Jadi Kelas, Ini Penampakannya!

Gigantopithecus ini adalah pemakan buah-buahan.
Di akhir zaman es atau Pleistocene, banyak hutan berubah menjadi area sabana.
Nah, Gigantopithecus gagal beradaptasi dengan makan rumput, akar-akaran dan daun-daunan yang tersedia di alam.
Di masa itu, orangutan dan kera besar lainnya bisa bertahan karena tubuhnya punya proses motabolisme yang lambat, dan bisa bertahan dengan makanan yang terbatas.
Wah, sekarang, orang utan juga sudah terancam punah karena habitatnya diambil manusia, nih.
Oya, menurut ilmuwan Aaron Clauset, hewan yang punya tubuh besar juga punya keturunan yang sedikit.
Populasinya juga jadi sedikit, sehingga saat ada perubahan yang mempengaruhi sumber makanan, semuanya tidak bisa bertahan, teman-teman.
Karenanya, kita bantu jaga bumi agar hewan di alam liar tetap hidup, yuk
Gigantopithecus adalah monyet terbesar di dunia yang hidup di Asia ratusan tahun lalu.
Gelar monyet terbesar memang pantas diberikan kepada Gigantopithecus.
Para ahli meyakini monyet ini hidup di hutan sub tropis di Cina bagian selatan.
Gigantopithecus ditemukan pertama kali tahun 1935, ketika seorang paleontolog Jerman menemukan fosil gigi yang dijual di toko obat China.
Ia tahu bahwa gigi itu berasal dari primata yang belum teridentifikasi.
Ada teori bahwa Gigantopithecus ini masih hidup sampai sekarang.
Beberapa orang percaya bahwa hewan ini adalah yeti atau manusia salju yang katanya hidup di gua Himalaya.
Sejak itu, relatif sedikit fosil Gigantopithecus telah ditemukan. Selain geraham yang ditemukan di toko-toko obat tradisional Cina, di gua Liucheng di Liuzhou, China, juga ditemukan berbagai gigi Gigantopithecus blacki, serta beberapa tulang rahang.
Situs lain yang menghasilkan temuan yang signifikan berada di Vietnam dan India.
Penemuan ini menunjukkan kisaran Gigantopithecus berada di Asia Tenggara.
Pada tahun 1955, 47 gigi G. blacki ditemukan di antara barang-barang yang siap dikirimkan dengan kapal di Cina.
Setelah dilacak ke sumbernya, akhirnya ditemukan lebih lebih banyak gigi dan rahang besar yang agak lengkap. Pada tahun 1958, tiga rahang dan lebih dari 1.300 gigi telah ditemukan.
Fosil Gigantopithecus ditemukan dari situs di Hubei, Guangxi, dan Sichuan, dari gudang untuk produk obat Cina, serta beberapa ditemukan di gua.
Tidak semua fosil Cina bertanggal dengan periode waktu yang sama, dan fosil di Hubei tampak jauh lebih tua daripada di tempat lain di Cina. Fosil gigi dari Hubei juga lebih besar.

Ciri atau Karakteristik Gigantopithecus
Dikutip dari laman satwa.foresteract.com, bagaimana Gigantopithecus ini bergerak atau berjalan belum bisa dipastikan, karena tidak ada tulang panggul atau kaki telah ditemukan.
Pandangan dominan adalah bahwa Gigantopithecus berjalan merangkak seperti gorila modern dan simpanse; Namun, pendapat minoritas mengatakan bahwa Gigantopithecus adalah bipedal.
Hal ini terutama diperjuangkan oleh almarhum Grover Krantz, tetapi asumsi ini didasarkan hanya pada sedikit tulang rahang yang ditemukan, yang semuanya berbentuk U dan meluas ke arah belakang.
Hal ini memungkinkan ruang untuk tenggorokan berada dalam rahang, sehingga tengkorak akan duduk tepat di atas tulang belakang sepenuhnya tegak seperti manusia modern, bukan di depannya, seperti pada kera besar lainnya.
Namun pandangan mayoritas adalah bahwa hewan seberat itu, akan menempatkan tekanan yang sangat besar pada pergelangan kaki jika berjalan secara bipedal, sementara jika berjalan dengan keempat anggota badan, seperti gorila, beratnya akan terdistribusikan lebih baik ke setiap anggota tubuh.

Dilansir dari nationalgeographic, Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli memperkirakan ukuran tubuhnya memiliki tinggi hingga 3 meter. Beratnya bisa mencapai 500 kilogram.
Dengan ukuran tubuhnya yang besar, Gigantopithecus terhindar dari predator ganas. Dia juga memiliki wilayah kekuasaan yang luas untuk mencari makan.
Namun, memiliki ukuran tubuh yang besar tak selamanya memberikan keuntungan.
Gigantopithecus justru punah karena ukuran tubuhnya yang besar.
Sekitar 100,000 lalu, Pleistosen atau zaman es dimulai. Gigantopithecus diperkirakan punah pada masa ini.
Mengapa Gigantopithecus punah?
“Karena ukuran tubuhnya. Monyet terbesar ini butuh banyak makanan untuk bertahan hidup,” jelas peneliti dari Universitas Tübingen Jerman, Herve Bocherens.
Masalahnya, zaman es atau Pleistosen membuat hutan sub tropis menjadi padang rumput yang luas. Makanan untuk Gigantopithecus juga banyak yang mati.
Akibatnya, monyet ini kelaparan karena tidak memiliki sumber makanan lagi. Pada akhirnya, Gigantopithecus menjadi punah.
“Makanan Gigantopithecus adalah buah-buahan. Ketika hutan berubah menjadi padang rumput, dia gagal menyesuaikan makanannya dari buah ke rumput atau daun,” ujar Bocherens.