Sopir Bus Kramat Jati di Jakarta Ini Curhat Sudah Lupa Cara Injak Kopling Mobil Saking Lama Nganggur
Dampak Virus Corona atau Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia benar-benar dirasakan oleh para sopir bus.
SRIPOKU.COM - Dampak Virus Corona atau Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia benar-benar dirasakan oleh para sopir bus.
Miris, mereka yang saat ini berada di wilayah yang sudah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta merasa tidak mendapat perhatian pemerintah.
Padahal, andai saja nasib mereka sama dengan pengemudi ojek online, tentu para sopir bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) ini tidak terlalu bekerja keras banting tulang untuk menghidupi keluarga.
Bagaimana tidak, penumpang sepi dan bantuan dari pemerintah belum dirasakanpara sopir ini, tidak seperti pengemudi ojek online yang sudah mendapat bantuan.
• Hindari Pajak Progresif, STNK Lama Bisa Diblokir Secara Online
Stefanus Putra Atihdhira, yang bekerja untuk Samudera Star Indotama (SSI), mengatakan dia sudah tidak mengemudikan kendaraan pariwisata lagi selama lebih dari dua bulan.
"Saya sampai lupa bagaimana injak kopling, lupa cara nge-tap uang elektronik di gardu tol, dan lupa lokasi toko oleh-oleh. Ini karena saking lamanya saya nggak jalan," seloroh Dhira getir.
Penghasilannya kini tak menentu. Sementara tuntutan kebutuhan hidup terus berjalan. Mulai dari tagihan kontrakan rumah, listrik, air, biaya SPP sang adik, dan kebutuhan hidup orangtua.
Dua bulan sudah Dhira belum membayar biaya sewa rumah dengan nilai total Rp 3 juta.
Dia pun harus memutar otak dan bekerja ekstra keras mencari penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan hariannya bersama keluarga.
Untuk menyiasatinya, Dhira melakukan pekerjaan serabutan. Apa pun dia kerjakan, asal dapat terus berkarya dan menghindari menengadahkan tangan.
"Saya melakukan pekerjaan mekanikal seperti benerin motor yang rusak, benerin rumah orang. Intinya, apa saja yang dapat saya kerjakan ya saya kerjakan. Ini saya lakukan untuk bertahan hidup," ungkap Dhira.
Kalau tidak ada pekerjaan sampingan, Dhira hanya berdiam diri di rumah. Oleh karena itu, dia merasa sangat sedih saat rekan seprofesi lainnya, terutama pengemudi ojol, mendapat perlakuan istimewa.
Padahal, kata Dhira, sopir angkutan pariwisata dan ojol sama-sama bekerja di lapangan.
Namun, angkutan pariwisata telah lama tiarap sejak industri pariwisata turun drastis menyusul berkurangnya perjalanan wisata, dan dibatasinya penerbangan antar-negara.
• Ronaldo Cetak Gol Brilian Jarak 36 Meter,Penghargaan Gol Terbaik Dunia FIFA Puskas Award 2009
Dia menambahkan, tak hanya sopir angkutan pariwisata, juga pegawai perhotelan, tour guide, biro travel, dan karyawan lainnya yang terkait industri pariwisata sudah dirumahkan. Sedangkan pengemudi ojol masih ada pemasukan.
Mereka masih bisa menggunakan aplikasi pesanan makanan atau belanja.
"Kami sama sekali tidak ada job sejak masa pandemi Covid-19 ini," cetus Dhira.
Dia mengharapkan, pemerintah memberlakukan kebijakan secara merata. Seluruh lapisan masyarakat yang terdampak Covid-19 harus diperhatikan secara adil.
"Kami sama sekali tidak ada denyut kehidupan lagi. Padahal kami pejuang pariwisata dengan devisa nomor dua terbesar di Indonesia.
Seharusnya pemerintah memperhatikan hal ini," imbuh dia.
Dhira tak berharap banyak kepada Menteri Pariwisata dan Perekonomian Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio, karena menurutnya yang bersangkutan tidak bisa diharapkan. "
Kami hanya minta keadilan. Itu saja," kata dia.
Sejumlah insentif yang diberikan pemerintah kepada pengemudi ojek online (ojol) juga telah membuat seorang Sidiq Cahyono merasa dianaktirikan.
• Ronaldo Cetak Gol Brilian Jarak 36 Meter,Penghargaan Gol Terbaik Dunia FIFA Puskas Award 2009
Sidiq adalah sopir bus malam eksekutif Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dari PO Kramat Djati.
Dia merasakan kesenjangan, karena pemerintah terlalu memanjakan ojol dan angkutan daring lainnya.
Kata Sidiq, ketidakadilan semakin vulgar diperlihatkan, saat BUMN terbesar negeri ini, PT Pertamina (Persero), mengeluarkan kebijakan cash back 50 persen bagi ojol dan sopir transportasi daring lainnya untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi.
Kebijakan itu dikeluarkan pada Selasa (14/2/2020), tepat satu bulan dua minggu saat Sidiq harus menerima nasib anjloknya penghasilan bulanan karena Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB).
"Biasanya saya bisa narik 12 kali pergi pulang (PP) Jakarta-Surabaya, kini sebulan cuma 4 kali PP.
Bahkan ada rekan yang hanya bisa narik 10 hari sekali PP Jakarta-Palembang," ujar Sidiq kepada Kompas.com, Rabu (15/4/2020).
PSBB diberlakukan dengan sangat ketat oleh PO Kramat Djati, termasuk mengurangi kapasitas penumpang dalam unit bus, mengurangi frekuensi perjalanan, dan merumahkan 50 sopir yang kadung berada di luar wilayah Jakarta.
Sementara bagi sopir seperti dirinya yang masih berada di episentter Covid-19 atau red zone dibatasi untuk melakukan perjalanan ke luar Jakarta.
Menurut Sidiq, penghasilannya bakal semakin minim pada minggu-minggu mendatang karena beberapa daerah sudah mengajukan PSBB wilayah.
• Detik-detik Polisi Ditembak Orang Tak Dikenal di Poso, Diduga Teroris, Pelaku Dikejar hingga Tewas
Itu berarti perjalanan bus akan makin terbatas. Sementara jumlah armada mencapai ratusan unit, belum termasuk bus malam kelas eksekutif yang dikemudikannya.
"Akan semakin panjang antrean untuk mendapatkan kesempatan meraup penghasilan," imbuh Sidiq yang sudah bekerja sebagai sopir bus malam sejak 2005.
Kebijakan PSBB secara Nasional yang diberlakukan sejak Senin (13/3/2020) tak hanya memangkas pendapatan Sidiq, juga sopir angkutan pariwisata.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jeritan Sopir AKAP: Yang Susah Bukan hanya Ojol, Pemerintah Harus Adil"