Jarang Ibadah, Suka Maksiat Tapi Karir Rezeki Lancar, Awas! Bisa Jadi Punya Sifat Dibenci Allah Ini
Jarang Ibadah, Suka Maksiat Tapi Karir Rezeki Lancar, Awas! Bisa Jadi Punya Sifat Dibenci Allah Ini
Penulis: fadhila rahma | Editor: Welly Hadinata
Tertulis dalam Tafsir Al Muyassar tentang ayat Az-Zumar 49 ini: Tetapi kebanyakan manusia –karena kebodohan dan buruknya prasangka mereka- tidak mengetahui bahwa hal itu merupakan istidraj dari Allah dan ujian bagi mereka agar mensyukuri nikmat. (Tafsir Al Muyassar, 1/464)

Tanda-tanda maksiat yang bisa berujung istidraj:
1. Ia dengan sengaja meninggalkan perintah shalat.
2. Ia dengan sengaja meninggalkan perintah puasa.
3. Saat ia berbuat maksiat dan membuka aurat, ia merasa tidak berdosa.
4. Hatinya sangat berat untuk bershadaqah.
5. Merasa bangga dengan apa yang ia miliki saat ini.
6. Mengabaikan perintah Allah dan mendekati larangannya.
7. Ia menganggap mudah semua perintah Allah, namun ia tidak mengerjakannya
8. Ia selalu menunda-nunda untuk bertobat dan ia merasa bahwa umurnya akan panjang
9. Ia lupa dengan kematian.

Ciri-ciri pelaku maksiat yang terkena istidraj:
1. Rezeki yang banyak.
2. Kesenangan yang tiada habisnya.
3. Ia selalu mendapatkan pujian dari orang-orang.
4. Allah selalu memberikannya kesehatan.
5. Tidak pernah Allah berikan kepadanya musibah.
6. Hidupnya selalu aman dan nyaman
Karena seburuk-buruk azab bagi pelaku maksiat di dunia adalah ketika mereka sedang bermaksiat tapi tidak merasa dan menyadari bahwa mereka sedang berbuat dosa.
Sehingga mereka tidak ada rasa bersalah dan tidak ada keinginan untuk bertaubat atau memperbaiki diri. Ketika pintu taubat sudah tertutup maka jadilah mereka sebagai hamba yang paling merugi hidupnya. Tidak ada jalan keluar menuju cahaya kebenaran.
Sebagaimana yang disebut Allah dalam Alqur’an surat Al-Baqoroh ayat ke 7, “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

Bagaimana Bila Rizki yang Besar Itu Diperoleh Orang yang Sholeh?
Adapun jika ada kenikmatan dunia diberikan kepada orang mu’min, shalih, ahli ibadah, bukan orang kafir dan ahli maksiat, maka itu merupakan nikmat Allah yang disegerakan baginya di dunia, atau bisa juga ujian untuk meninggikan lagi kedudukannya.
Sebagaimana yang Allah firmankan, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Q.S. Al-Anbiya[21] : 35)
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. Al-Anfaal [8] : 28).
Jika ia lolos dari ujian ini, yaitu ia memanfaatkan harta sebaik-baiknya, dan menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai akhirat, maka harta itu menjadi keberkahan dan karunia baginya.
Namun jika seorang muslim itu tidak kuat jiwanya dan kemudian menjadi lupa diri, tidak bersyukur, dan gara-gara kesenangan dan kenikmatan itu kemudian menjauhkan dirinya dari Allah, maka ada dua kemungkinan.