Kecepatan Informasi Lebih Penting Dibandingkan Akurasi Saat Bencana, BMKG Berikan Alasannya!

Kecepatan Informasi Lebih Penting Di Bandingkan Akurasi Saat Bencana, BMKG Berikan Alasannya

Penulis: Chairul Nisyah | Editor: Welly Hadinata
(ANTARA FOTO/ANDREAS FITRI ATMOKO)
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati 

Kecepatan Informasi Lebih Penting Di Bandingkan Akurasi Saat Bencana, BMKG Berikan Alasannya

SRIPOKU.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (disingkat BMKG), sebelumnya bernama Badan Meteorologi dan Geofisika (disingkat BMG) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

BMKG melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kecepatan penyampain informasi pada masyarakat merupakan hal terpenting sebagai pegangan BMKG.

Menurut BMKG, dengan memberikan informasi bencana secepat mungkin, maka masyarakat akan memiliki golden time atau waktu sangat berharga untuk mengevakuasi diri secara mandiri dan menyelamatkan diri.

Download Lagu Terbaru Lyla feat Ghea Indrawari Janji, Lengkap dengan Lirik, Video Klip & Kunci Gitar

Inilah Hikmah Penting Dibalik Larangan Memotong Kuku dan Rambut di 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Kumpulan Dalil, Doa, Adab, Tata Cara, Tujuan Utama Ziarah Kubur hingga Hukum Ziarah Bagi Wanita

Mengutip dari laman berita Kompas.com, "Kecepatan inilah yang membuat masyarakat memiliki golden time secara lebih dini untuk melakukan evakuasi mandiri," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dilansir dari Antara, Minggu (4/8/2019).

Menurut Dwikorita, pegangan BMKG tersebut sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Berdasarkan Pasal 37 dalam undang-undang itu, ini sebagaimana diterapkan di negara termaju dalam mitigasi dan peringatan dini tsunami.

Sementara untuk akurasi data gempa, bisa dicapai dengan proses pemutakhiran sesuai perkembangan jumlah sinyal-sinyal kegempaan yang terekam jaringan sensor gempa bumi.

Kecepatan diutamakan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono juga mengatakan, kecepatan informasi bencana harus lebih diutamakan dibandingkan akurasi data.

Akibat Bencana Alam
Akibat Bencana Alam (Kompas.com)

Pasalnya, kecepatan dan akurasi merupakan dua hal yang tak selalu terpenuhi dalam waktu yang bersamaan.

Sebagai contoh, ketika memberi peringatan dini tsunami.

Saat kejadian gempa pada Jumat (2/8/2019) di wilayah Samudera Hindia Selatan, Banten, BMKG melakukan pemutakhiran informasi gempa bumi tektonik berpotensi tsunami yang terjadi.

Pada awal informasi disebutkan bahwa gempa yang terjadi berkekuatan magnitudo 7,4 berkedalaman 10 kilometer.

Kemudian, informasi itu dimutkahirkan menjadi magnitudo 6,9 berkedalaman 48 kilometer.

Contoh lainnya, gempa Tohoku di Jepang yang terjadi pada 2011.

Saat itu Japan Meteorogical Agency (JMA) dalam waktu tiga menit langsung menyampaikan informasi kejadian gempa magnitudo 7,9 dan peringatan dini tsunami dengan ketinggian 6 meter.

Pada menit ketiga, jaringan sensor gempa JMA masih menangkap sebagian kecil sinyal-sinyal gempa yang baru mampu memberi perhitungan magnitudo mencapai 7,9 dan potensi tsunami.

Bacaan Niat, Aturan & Waktu yang Paling Baik untuk Menyembelih Hewan Kurban di Hari Raya Idul Adha

Jangan Disepelekan, Ini 5 Pengaruh Buruk dari Penggunaan Media Sosial yang tak Bijak, No 2 Berbahaya

Terlihat Masih Muda, Siapa Sangka Ternyata Deretan Artis Ini Sudah Punya Cucu, Jadi Nenek Cantik!

Sempat Pisah Ranjang, Kini Evi Masamba Bersatu dengan Arif Hajrianto Berkat Kelahiran Si Buah Hati

 

"Namun di menit ke-3 itu, masyarakat terdampak sudah bisa siaga untuk menghadapi ancaman tsunami dengan melakukan evakuasi mandiri," kata Daryono.

Kemudian pada menit ke-50, JMA pun memutakhirkan kembali informasi magnitudo gempa menjadi 8,8 dan berakhir di magnitudo 9,0 dalam pembaruan terakhirnya.

"Jadi akurasi baru dapat dicapai setelah menit ke-50 untuk gempa dengan magnitudo 9,0," kata Daryono.

"Apabila peringatan dini diinformasikan setelah menit ke-50 karena menunggu akurasi, tsunami pasti sudah melanda lebih dulu di pantai-pantai terdekat," ungkapnya.

menjelaskan, situasi dan kondisi geologi serta tektonik di Jepang hampir serupa dengan situasi dan kondisi di wilayah Indonesia.

Beberapa pantai di Indonesia, berada pada posisi dengan sumber-sumber gempa bermagnitudo besar.

Perhitungan akurasinya pun baru bisa dicapai pada menit-menit yang akan selalu terlambat dengan kedatangan tsunami.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved