Sempat Dihancurkan Belanda, Begini Sejarah Terbentuknya Masjid Agung Palembang, Jarang Diketahui
Sempat Dihancurkan Belanda, Begini Sejarah Terbentuknya Masjid Agung Palembang, Jarang Diketahui
Penulis: Shafira Rianiesti Noor | Editor: Welly Hadinata
Simbar itu seperti tanduk kepala kambing sebanyak 13 buah di tiap sisinya.
Bila dilihat lebih seksama, bentuk atapnya memiliki kesamaan dengan masjid di Hua Nan, Cina.
Arsitektur Cina pada masjid ini terasa kental pada bentuk mustaka yang terjurai juga melengkung ke atas pada empat ujungnya.
Hal ini disebabkan karena orang-orang Cina ikut andil dalam pembuatan masjid Agung.
Sedangkan mimbar masjid Agung mirip sekali dengan mimbar Rasulullah di masjid Madinah.
Ini menunjukkan pengaruh arsitektur Arab.
Jadi ada tiga budaya dan bentuk arsitektur pada masjid Agung ini, yaitu Arab, Cina dan tradisional.
Hanya saya tidak tahu bagaimana campur tangan Eropa sehingga membuat masjid ini juga terlihat gaya Eropanya.
Peran orang Cina pada masa kesultanan cukup menentukan.
Termasuklah sebagai tenaga ahli administrasi, perdagangan, dan syahbandar (pegawai yang mengepalai urusan pelabuhan).
Menurut kitab Ying-Lang Sheng Lan yang ditulis oleh Ma Huan pada dinasti Ming, diceritakan daerah pelabuhan lama, Ku Kang/Kiu Kian (maksudnya kota Palembang).
Mayoritas penghuninya adalah orang-orang Cina yang berasal dari Kanton, Chang Chou, dan Chuan Chou.

Benteng Kuto Besak yang didirikan pada 1780 juga terdapat andil orang-orang Cina.
Waktu pembangunannya memakan waktu selama 17 tahun karena bahan bangunannya harus didatangkan dari luar Palembang bahkan luar pulau Sumatera.
Pada 1797 bangunan tersebut resmi digunakan.