Idul Fitri 2019

Saat Lebaran Jangan Sembarang Bertanya 'Kapan Nikah', Tak Disangka Ternyata berakibat Buruk!

Pertanyaan yang paling sering bikin muda-mudi Indonesia berkeringat dingin dan menjauh pelan-pelan adalah “kapan nikah?”.

Editor: Bejoroy
ISTIMEWA
Ilustrasi - Sebaiknya pertanyaan 'kapan nikah' hanya dilontarkan setelah melalui pertimbangan matang saja. 

SRIPOKU.COM - Lebaran 2019 atau Idhul Fitri 1440 H sesaat lagi tiba. Jangan sembarang bertanya 'kapan nikah?'

Karena ini akibat buruknya bila pertanyaan 'kapan nikah' itu diulang-ulang dengan maksud iseng atau meledek, apalagi bila yang ditanya kebetulan orang yang sedang sangat sensitif dengan pertanyaan seperti itu. 

Dari zaman ke zaman, pertanyaan yang paling sering bikin muda-mudi Indonesia berkeringat dingin dan menjauh pelan-pelan adalah “kapan nikah?”.

Pertanyaan ini paling sering didengar ketika mudik lebaran atau bahkan saat kondangan.

Walau terdengar sepele, sebaiknya pertanyaan sepersonal ini hanya dilontarkan setelah melalui pertimbangan matang saja.

Kapan Nikah? Ternyata, Usia Kamu Akan Menikah dapat Diprediksi dari Zodiakmu! 2, Pisces di Usia Muda

Bingung, Kesal dan Marah Saat Ditanya Kapan Nikah, Kok Masih Jomblo?, Ini 4 Trik Menjawabnya

Pasalnya, pertanyaan “kapan nikah?” yang dilontarkan hanya sebagai basa-basi bisa berdampak buruk bila dilontarkan ke orang yang salah.

Seseorang yang mengalami depresi, misalnya, bisa bertambah buruk kondisinya bila mendapatkan pertanyaan seperti itu.

Bahkan, menurut Rizqy Amelia Zein yang mengajar Social and Personality Psychology dari Universitas Airlangga, pertanyaan ini bisa memicu orang yang suicidal untuk benar-benar bunuh diri.

Perlu untuk Anda ingat, sering kali orang-orang yang mengalami depresi tidak secara eksplisit menampakkannya sehingga ada baiknya untuk menahan pertanyaan yang sifatnya terlalu personal seperti itu.

Lebih lanjut, Astrid Wen selaku psikolog anak dan keluarga, serta theraplay practitioner dari Pion Clinician, berkata bahwa terpapar pertanyaan “kapan nikah?” berulang-ulang dapat membuat seseorang menjadikan pernikahan sebagai tujuan hidup.

Akibatnya, orang tersebut bisa merasa gagal bila belum menikah dan rentan terjerumus dalam pernikahan ketika sebetulnya belum siap dan belum benar-benar mengenal orang yang dinikahinya.

Selain itu, pertanyaan “kapan nikah?” yang berulang-ulang juga dapat membentuk pola pikir seseorang sehingga menjadikan pernikahan sebagai tujuan hidup.

Terpapar berulang kali pertanyaan "kapan nikah", seseorang yang belum menikah bisa jadi merasa gagal atau belum lengkap.

Mereka pun rentan terjerumus dalam pernikahan hanya karena tuntutan keluarga, padahal belum siap dan tak benar-benar mengenal orang yang dinikahinya.

Etika bertanya “kapan nikah?”

Memang, pertanyaan “kapan nikah?” tidak sepenuhnya buruk.

Astrid mengakui bahwa pertanyaan ini dapat mengingatkan orang-orang yang merasa terpanggil untuk menikah agar tidak terlalu asyik dengan kehidupan lajangnya.

Selain itu, pertanyaan ini juga dapat membuka komunikasi yang cukup penting di antara pasangan dan mempererat hubungan mereka.

Akan tetapi, bertanya “kapan nikah?” juga ada etikanya yang perlu diikuti.

Pertama, jangan menggunakannya hanya sebagai bahan basa-basi.

Astrid berkata bahwa masih ada banyak pertanyaan lain yang tidak personal untuk berbasa-basi.

Pertanyaan ini baru boleh dilontarkan bila hubungan atau relasi Anda memang cukup dekat dengan orang tersebut.

“Tanya saja dulu kabarnya lalu ikuti ceritanya. Kalau orang itu tidak cerita soal relasinya, berarti orang itu tidak terbuka (untuk membicarakannya),” ujarnya.

Kedua, pertimbangkan kesiapan individu yang ditanya untuk menikah.

Astrid mengatakan, memang benar negara sudah memberikan usia yang baik untuk menikah itu kapan, tetapi perlu diberikan edukasi psikologis atau kampanye nasional mengenai usia menikah yang baik.

“Lalu, kalau bisa diadakan diskusi-diskusi dengan para pemuka agama untuk benar-benar menyiapkan para perempuan agar menikah dengan kesiapan rahim, kesiapan gizi, dan kesiapan mental,” katanya.

Terakhir, Astrid berpesan agar orangtua sendiri juga tidak buru-buru menikahkan anaknya atau mendesak sang anak untuk menikah.

“Yang membuat seorang dewasa muda sehat mentalnya bukanlah sudah menikah atau tidak, melainkan ketika dia bisa menemukan orang yang dia cintai dan dia bisa lekat dengan orang tersebut.

Lalu, tidak hanya (lekat) pada orang tersebut, dia juga bisa berkontribusi pada lingkungannya,” ujar Astrid. (Kompas.com/ S. Wangsa Wibawa)

Sumber: Kompas.com

Like Facebook Sriwijaya Post Ya...

Berita Ini Sudah Diterbitkan di Situs https://style.tribunnews.com/ dengan Judul:
Jangan Sembarang Bertanya 'Kapan Nikah' Saat Lebaran, Tak Disangka Ternyata Ini Akibat Buruknya

===

Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved