Ternyata Tradisi Angpao Merah di Perayaan Imlek Ada Sejarahnya, Berikut Kisahnya
Perayaan imlek dalam tradisi masyarakat China selalu dibarengi dengan tradisi bagi-bagi angpao , Tanpa ada kebiasaan ini, rasanya suasana hari raya a
Penulis: Budi Darmawan | Editor: Budi Darmawan
SRIPOKU.COM - Perayaan imlek dalam tradisi masyarakat China selalu dibarengi dengan tradisi bagi-bagi angpao , Tanpa ada kebiasaan ini, rasanya suasana hari raya akan sepi dan tak sempurna.
Seperti yang sudah diketahui, tradisi ini identik dengan salam tempel alias diberi hadiah berupa uang saat berkunjung ke rumah saudara atau tetangga.
Tradisi bagi angpao sangat dinanti oleh banyak orang, terutama anak-anak. Selain itu, tidak sedikit pula orang dewasa yang akan tersenyum lebar jika diberi angpao. Ya, siapa yang mau menolak rezeki?
Angpao dalam perayaan Imlek selalu identik dengan amplop merah
Dikutip dari Tribunpekanbaru.com , Di buku 5000 Tahun Ensiklopedia Tionghoa 1 karya Christine dan kawan-kawan, terbitan St Dominic Publishing tahun 2015 menjelaskan warna merah di China juga identik dengan api.
Melambangkan kemeriahan dan kehangatan.
Sehingga tak heran warna merah mendominasi pernak pernik Imlek.
Tak hanya itu, angpao juga memiliki arti transfer kesejahteraan atau energi.
Namun, tradisi angpao sebenarnya berasal dari Negeri Tirai Bambu alias China.
Dalam tradisi China, angpao dikenal dengan nama Hong Bao yang berarti hadiah uang berbalut amplop merah yang diberikan selama liburan atau acara khusus.

Legenda Warna Merah Pada Perayaan Imlek
Menurut legenda, dahulu kala, Nián (年) adalah seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan (atau dalam ragam hikayat lain, dari bawah laut), yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan penduduk desa.
Untuk melindungi diri mereka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu mereka pada awal tahun. Dipercaya bahwa melakukan hal itu Nian akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil Panen.
Pada suatu waktu, penduduk melihat bahwa Nian lari ketakutan setelah bertemu dengan seorang anak kecil yang mengenakan pakaian berwarna merah.
Penduduk kemudian percaya bahwa Nian takut akan warna merah, sehingga setiap kali tahun baru akan datang, para penduduk akan menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu.
Mereka juga menggunakan kembang api untuk menakuti Nian. Adat-adat pengusiran Nian ini kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru.
Guò nián (Hanzi tradisional: 過年; bahasa Tionghoa: 过年), yang berarti "menyambut tahun baru", secara harafiah berarti "mengusir Nian".[2][3]
Dalam buku Jingchu sui shi ji 荊楚歲時記, catatan kebisaan tahun baru Jingchu yang dibuat di zaman dinasti selatan ( 420-589 BE ) dan ditulis oleh Zong Lin ( 501-565 BE ). Buku itu yang menulis mitos tentang nian .
Sejak saat itu, Nian tidak pernah datang kembali ke desa. Nian pada akhirnya ditangkap oleh 鸿钧老祖 atau 鸿钧天尊Hongjun Laozu, dewa Taoisme dalam kisah Fengsheng Yanyi. Dan Nian kemudian menjadi kendaraan Honjun Laozu.(bangkapos.com/Edy Yusmanto/kompastravel/Wikipedia)
Ada pula yang mengatakan jika tradisi angpao berasal dari Dinasti Song (960-1279). Asal usul angpao bermula dari sosok iblis yang menyerang suatu desa, dan seorang pun tidak dapat mengalahkannya. Kemudian, datanglah seorang pemuda yatim piatu yang mewarisi pedang leluhur, ia pun berhasil membunuhnya.
Untuk merayakan kemenangannya, para tetua dan masyarakat memberinya sebuah amplop merah sebagai tanda terima kasih. Warna amplop merah dipilih karena dapat membawa keberuntungan dan menghindari roh jahat.
• Perayaan Imlek 2019, Begini Prakiraan Cuaca BMKG di Kota Palembang Hari Ini, Awas Hujan Petir
• Bukan Cuma Gong Xi Fa Cai, Ini 20 Ucapan Selamat Imlek 2019 yang Cocok Dibagikan di Instagram & WA
• Ramalan Fengshui: 2019 Shio Kelinci dan Kambing Dikaruniai Keberuntungan
Ada pula yang mengatakan pada masa Dinasti Qin banyak orang tua memasang benang merah pada koinnya yang disebut ya suì qián atau sebagai 'uang untuk menghindari usia tua'.
Hal ini dipercaya sebagai penolak kematian dan mencegah penuaan bagi penerimanya. Namun, semakin berkembangnya mesin cetak, ya suì qián diganti dengan amplop kertas merah.
Untuk jumlahnya, tradisi Cina selalu mengisi jumlah uang dalam angpao dengan nomor genap. Ini berkaitan dengan kepercayaan yang mengatakan jika nomor ganjil identik dengan pemakaman.
Selain itu, orang Cina juga akan menghindari uang yang dijumlahkan terdapat angka empat karena memiliki makna kematian, dan uang tidak boleh diberikan dalam posisi merangkak.
Banyak yang meyakini jika tradisi bagi angpao akan membawa kebahagiaan dan membuat keluarga atau orang yang menerimanya turut mendoakan si pemberinya selalu hidup sejahtera.
Selain itu, bagi pemberi juga akan terhindar dari kemalangan, sebab ia telah berbagi rezeki. Tidak mengherankan jika raut wajah orang yang memberi angpao justru akan terlihat bahagia, begitu pun dengan yang mendapatkannya.
Selain di Cina, rupanya angpao juga terdapat di beberapa kawasan Asia seperti Vietnam, Jepang, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Beda dari Cina, Negeri Bunga Sakura ini memiliki tradisi bagi angpao dengan amplop putih.
Tradisi ini disebut otoshidama yang diberikan sepanjang perayaan tahun baru dan biasanya untuk anak-anak. Sedangkan di negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei, dan Indonesia biasanya memberi angpao saat hari raya dan membungkusnya dalam amplop hijau atau warna warni. (*)
Dikutip dari Berbagai Sumber ; Tribunpekanbaru.com, Budayationghoa.net