Kisah Prajurit Kopassus Berkaki Satu, Simpan Informasi Rahasia Meski Ditawan dan Disiksa Setiap Hari
Kisah Prajurit Kopassus Berkaki Satu, Simpan Informasi Rahasia Meski Ditawan dan Disiksa Setiap Hari
Penulis: Fadhila Rahma | Editor: Fadhila Rahma
SRIPOKU.COM - Bicara tentang sejarah dunia militer Indonesia, pastilah kita tidak akan kehabisan daftar prajurit-prajurit yang rela berjuang sekuat tenaga demi menjaga kedaulatan NKRI.
Namun di antara harumnya nama Soedirman hingga A.H Nasution, masih ada nama-nama lain yang melanjutkan perjuangan mereka.
Sebut saja salah satunya Kolonel Infanteri Agus Hernoto yang memiliki kisah mengharukan selama bertugas menjadi seorang prajurit.
Tak banyak orang yang mengenal sosok pria ini padahal dia rela mengorbankan kaki kirinya untuk diamputasi demi Indonesia.
Baca: Inilah Gedung-Gedung Bersejarah di Indonesia Karya Arsitek Belanda Yang Tak Lekang Oleh Zaman
Baca: 4 Lagu Dangdut Paling Digilai Masyarakat , Ada yang Populer Tahun 2017 Tapi Sempat Dituding Plagiat!
Selama hidupnya, Agus Hernoto mengabdi kepada bangsa dan negara. Dari masa Orde Lama hingga Orde Baru.
Dijelaskan dalam buku Legenda Pasukan Komando: Dari Kopassus sampai Operasi Khusus yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Agus merupakan anggota pasukan komando berkaki satu yang punya semangat juang tinggi.
Ia juga dikenal begitu menjiwai motto berani-benar-berhasil, bahkan setelah dia tidak bergabung lagi dengan Kopassus.
Ya, Agus didepak dari Kopassus, dulu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), gara-gara kondisinya.
Agus kehilangan satu kakinya saat memimpin Operasi Benteng I dalam rangka pembebasan Irian Barat.
Saat itu kakinya tertembak oleh tentara Belanda.
Baca: Cerita Ilham Habibie, Anak Presiden yang Tak Pandai Bahasa Indonesia, Hidupnya Sekarang Begini
Anak buahnya berusaha membopong dan menyelamatkan komandannya. Namun, di situasi kala itu, Agus memilih jalannya sendiri.
Ia tetap berada di medan pertempuran hingga akhirnya tertangkap dan ditawan oleh tentara Belanda.
Pasukan Belanda memperlakukan Agus sesuai konvensi Jeneva, ia dirawat hingga sembuh tapi kakinya terpaksa diamputasi mengingat luka tembaknya sudah membusuk.
Bukan pengobatan yang didapat tapi hari-harinya diisi dengan penyiksaan. Tapi mulut Agus terkunci rapat.
Dia tak sudi membocorkan informasi terkait operasi besar-besaran yang dipimpin Benny Moerdani.
Agus masih hidup dan Irian Barat akhirnya jatuh ke tangan Indonesia.
Baca: Meninggal Saat Live Tapi Videonya Tak Pernah Ditayangkan TV, Kabar Suami & Anak Artis Ini Bikin Pilu
Kabar buruk kemudian menghampiri. Pada akhir 1964, diadakan sebuah pertemuan perwira RPKAD membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD dan Agus termasuk di dalamnya.
Keputusan itu sempat diprotes oleh atasan Agus, Benny Moerdani.
Alih-alih mendapat persetujuan, Benny justru dimutasi ke Kostrad karena dianggap membangkang. Sedangkan Agus tetap dikeluarkan dari RPKAD.
Sekeluarnya dari Kopassus, Agus sempat bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa atau Pasukan Pengawal Presiden RI Soekarno.
Tetap Jalankan Tugas Meski Dalam Keterbatasan
Dijelaskan dalam buku 'Bagimu Negeri, Jiwa Raga Kami' karya Bob Heryanto Hernoto, Agus kemudian ditarik Benny untuk bergabung di unit intelijen Kostrad.
Sejak itulah Agus melanjutkan karier militernya di dunia intelijen.
Mengutip dari Kompas.com, Agus dan Benny lalu bergabung dengan Operasi khusus (Opsus) yang dipimpin oleh Ali Moertopo.
Keduanya bertanggung jawab langsung kepada Presiden Soeharto.
Di dalam Opsus Agus menjadi orang kepercayaan Ali dan Benny.
Bahkan, siapa pun yang ingin bertemu dengan Ali dan Benny harus melalui dia sehingga muncul ungkapan "Agus itu Opsus. Opsus itu Agus".
Di dalam Opsus Agus bertugas menjadi semacam Komandan Detasemen Markas atau Dandenma) yang mengatur segala hal terkait operasi-operasi opsus.
Ia juga terlibat dalam berbagai operasi Opsus di Irian Barat dan Timor Timur.
Agus juga sempat mendapat penghargaan Bintang Sakti dari pemerintah setelah adan kesaksian akan keberaniannya saat berhadapan dengan tentara Belanda saat ditawan.
Tak banyak prajurit meraih penghargaan tertinggi di militer ini.
Hanya mereka yang menunjukkan sikap luar biasa dalam tugas negara yang pantas menyandangnya. Agus adalah salah satunya.
Malahan, Presiden Soeharto disebut selalu mengingat Agus.
Setiap mereka bertemu, Soeharto pasti selalu menanyakan kondisi kaki Agus.
Soal Baret Merah Kopassus yang Dilempar Benny
Benny Moerdani masih tidak terima dan marah terkait dirinya yang pernah didepak sebagai anggota RPKAD setelah membela Agus Hernoto.
Kemarahan itu diluapkannya saat menghadiri undangan Kopassus pada tahun 1985.
Dijelaskan dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando karya Hendro Subroto, Benny yang saat itu menjabat sebagai Panglima TNI diminta untuk memberikan baret merah kehormatan Kopassus kepada Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung Sultan Iskandar.
Sebelum acara dimulai, ia beristirahat di ruang Komandan Kopassus Brigjen Sintong Panjaitan.
Di sana ada pula KASAD Jenderal Try Sutrisno, Wakil KASAD Letjen TNI Edi Sudrajat dan Wakil Komandan Kopassus Kolonel Kuntara.
Ada kejadian mengejutkan di ruangan sedang ditempati para perwira tinggi TNI itu.
Saat Brigjen Sintong memberikan baret merah kehormatan Kopassus, Benny membanting baret itu ke meja dan akhirnya jatuh di lantai.
Sontak orang-orang di ruangan itu terkejut saat melihat Benny begitu emosi dan berwajah seram.
Namun pada akhirnya Benny bersedia mengenakan baret itu dan mengikuti acara.
Semua jadi lega dan upacara pun berjalan lancar.