Ramadan 2018

Berburu Takjil Ramadan di Masjid Agung SMB II Palembang

"Pengurus masjid setiap hari membagikan 500 bungkus nasi, kurma dan air mineral," kata Ir Kgs H Ahmad Sarnubi

Penulis: Rangga Erfizal | Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM/RANGGA ERFIZAL
Suasana Masjid Agung SMB II Palembang, Kamis (24/5/2018). 

Laporan wartawan Sripoku.com, Rangga Erfizal

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Berbuka puasa di masjid menjadi pilihan yang menarik.

Selain gratis para pengunjung dapat menyantap makanan berbeda setiap harinya.

Hal inilah yang diberikan para Pengurus Agung Palembang setiap hari selama bulan suci Ramadan.

Tiap harinya ratusan jemaah datang ke masjid tertua di Kota Palembang tersebut.

Baca: Ramadan dan Kesadaran Kebangsaan

Berbagai latar usia dari yang tua hingga anak-anak datang menikmati sajian Masjid Agung.

"Pengurus masjid setiap hari membagikan 500 bungkus nasi, kurma dan air mineral," kata Ir Kgs H Ahmad Sarnubi, Ketua Umum Pengurus Masjid Agung Palembang saat ditemui, Kamis (24/5/2018).

Menurutnya, takjil dibagikan oleh pengurus ke setiap jemaah yang hadir sebelum memasuki waktu berbuka puasa.

Baca: Anda Belum Dikaruniai Anak ? Jangan Sedih, Coba Cari yang Allah Tetapkan di Malam Ramadan

Sekitar 500 nasi setiap harinya dibeli menggunakan anggaran dari kotak amal Masjid Agung.

Namun untuk tambahan menu berbuka, dirinya mengaku banyak warga Kota Palembang, yang sering berbagi makanan dengan menyumbangkan menu makanan lainnya.

Para jemaah yang hadir pun beragam, dari berbagai jenis profesi bahkan kota.

Ahmad Sarnubi menambahkan, kalau yang datang ke Masjid Agung kerap kali para musafir sehingga Masjid Agung ini kerap dijadikan tempat persinggahan.

"500 nasi ini tiap hari selalu habis, masjid agung kerap menjadi persinggahan para musafir dari luar kota, atau masyarakat Palembang yang tidak sempat pulang ke rumah setelah melakukan kegiatannya," ujarnya.

Baca: Sering Tak Disadari, 2 Dosa ini Ternyata Kerap Terjadi Selama Ramadan

Lanjutnya, metode pembagian menu berbuka di Masjid Agung saat ini memang terlihat biasa, tidak ada ciri khas seperti masjid tua pada umumnya.

Tradisi 'ngidang' yang dulu kerap dilakukan sudah tidak pernah digunakan lagi.

"Kalau pertama kali masjid Agung ini punya tradisi bubur ayam dan hampir masjid-masjid tua di Palembang pakai tradisi bubur kalau berbuka, lalu buburnya hilang ganti ke ngidang, ngidangnya juga hilang ganti ke model bagi-bagi seperti sekarang," lanjut Ahmad Sarnubi.

Baca: Dalami Ilmu Agama Saat Ramadan, Sekolah Gelar Pesantren Kilat Awal Juni

Namun pengertian model ngidang di masjid Agung bukan nasi satu wadah lalu dimakan berbarengan, melainkan orang-orang berkumpul di satu tempat dengan masing-masing memegang piring berisi nasi.

Alasan di hentikanya 'ngidang' karena piring dan gelas yang digunakan jemaah saat berbuka sering hilang atau di bawa pulang, sehingga merugikan pengurus masjid.

"Jadi sekarang kami langsung bagi saja, lebih efisien, cepat dan jemaah juga tidak repot berebutan," pungkasnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved