Aman Abdurrahman Dituntut Hukuman Mati, Ini Jejaknya hingga Dijuluki Otak Terorisme di Indonesia

Aman Abdurrahman Dituntut Hukuman Mati, Ini Jejaknya hingga Dijuluki Otak Terorisme di Indonesia

Editor: Fadhila Rahma
Aman Abdurrahman memasuki ruang sidang yang mengagendakan penuntutan Jumat (18/5/2018). 

Aman divonis penjara dalam kasus pendanaan dan pengorganisasian latihan paramiliter ilegal di Aceh, dan awalnya dibebaskan pada Agustus 2017, lantas ditangkap kembali karena diduga keras terkait dengan perencanaan kasus bom Thamrin di Jakarta pada 2016.

Sedangkan Zaenal ditangkap sekitar enam bulan lalu karena diduga terlibat dalam penyelundupan senjata api dari Filipina selatan ke Indonesia.

"Itu membuat kelompok-kelompok jaringan JAD di Jawa Timur memanas dan ingin melakukan pembalasan," ungkap Tito dalam jumpa pers di Surabaya.

Dalam kerusuhan di Mako Brimob, Selasa (8/5), polisi menyebut bahwa para napi kasus terorisme yang menyandera enam polisi (lima kemudian terbunuh), menuntut bertemu dengan Aman Abdurrahman, yang juga ditahan di rutan Mako Brimob.

Aman Abdurrahman adalah terdakwa untuk berbagai serangan terorisme, termasuk serangan bom Thamrin, Jakarta, 14 Januari 2016, yang menewaskan empat orang korban dan empat pelaku, serta melukai 26 orang.

Jumat (11/5) pekan lalu, jaksa gagal menghadirkan Aman Abdurrahman. "Kami tidak bisa menghadirkan terdakwa karena kendala teknis, dan kami belum siap melakukan penuntutan," kata jaksa penuntut umum, Anita Dewayani kepada Majelis Hakim. Ketua Majelis Hakim Ahmad Zaini kemudian menunda sidang hingga Jumat (18/5) hari ini.

Dalam sidang sebelumnya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (27/4), Aman Abdurrahman menyebut Indonesia adalah negara kafir karena 'ideologinya bukan Islam dan tak menerapkan hukum Allah.'

Namun saat itu, menjawab Majelis Hakim yang diketuai Akhmad Jaini, ia membantah menjadi dalang serangan bom Thamrin

Aman mengatakan ia justru tahu terjadinya serangan bom di Thamrin dari napi lain yang melihat berita itu di penjara. Menurutnya, para pelaku membaca-baca soal jihad kekerasan dari internet.

Namun jaksa penuntut Mayasari yakin ada keterkaitan antara terdakwa Aman Abdurrahman dan bom Thamrin.

"Dia bilang tidak memerintahkan tapi juga tidak melarang (serangan di Jalan Thamrin). Dia sepaham dengan para pelaku serangan. Sebagai tokoh spiritual, dia mengamini semua tidakan (pelaku seranan)," kata jaksa Mayasari kepada BBC di sela rehat sidang.

Mayasari mengatakan Aman adalah tokoh ISIS di Indonesia, yang menulis buku Seri Materi Tauhid. Di persidangan buku yang ditulis oleh Aman itu diperlihatkan sebagai barang bukti.

"(Buku) Tauhid itu kuncinya. (Di dalamnya) dibahas banyak hal, termasuk perintah untuk jihad," kata Mayasari.
"Aman adalah tokoh. Orang beramai-ramai menjenguknya di Nusakambangan untuk mendapatkan konfirmasi ilmu, sekaligus minta di-baiat (pernyataan janji setia). Buku karangan Aman dijadikan landasan atau referensi kelompok-kelompok jihad," katanya.

Dalam perkara ini, Aman didakwa sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).

Menurut jaksa, ceramah dan 'kajian' keagaman Aman mempengaruhi sejumlah orang yang kemudian menjadi para pelaku teror dengan sasaran polisi dan tentara.

Halaman
123
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved