Anda Bekerja tapi Jabatannya dari Hasil Menyogok ? Ini Jawaban Tegas Ustad Abdul Somad
Seolah sudah menjadi rahasia umum jika dalam sebuah pekerjaan sering diwarnai dengan praktik suap, menyogok.
SRIPOKU.COM -- Seolah sudah menjadi rahasia umum jika dalam sebuah pekerjaan sering diwarnai dengan praktik suap, menyogok.
Sebagian orang bahkan menganggap jika tanpa adanya hal itu, maka sulit untuk diterima jadi pegawaiatau karyawan.
Karena banyaknya calon yang mendaftar, tidak jarang beberapa orang sampai melakukan sogok agar dirinya diterima.
Di dalam sebuah hadits yang telah diriwayatkan dari Abdullah bin Amr berkata bahwa
“Rasulullah saw telah melaknat orang-orang yang memberi dan menerima suap.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Ibnul Arabi menyatakan bahwa suap merupakan setiap harta yang telah diberikan kepada seseorang yang mempunyai kedudukan untuk bisa membantu atau meluluskan persoalan yang tak halal.
Al murtasyi sebutan kepada orang-orang yang telah menerima suap, ar rasyi sebutan kepada orang-orang yang memberikan suap sedangkan untuk ar ra’isy adalah perantaranya. (Fathul Bari Juz V hal 246)
Al Qori mengatakan jika ar rasyi dan al murtasyi adalah orang-orang yang memberi dan menerima suap.
Dia termasuk sarana dalam mencapai tujuan dengan cara membujuk (merayu).
Ada yang mengatakan bahwa suap adalah segala sesuatu pemberian untuk membatalkan hak seseorang atau memberikan hak kepada orang yang salah (Aunul Ma’bud juz IX hal 357).

===
Hukum Orang yang Suka Suap-Menyuap
Suap adalah suatu pemberian seseorang yang tak mempunyai hak kepada seseorang yang mempunyai kewenangan (jabatan) baik itu berupa uang, barang atau yang lainnya untuk membantu si pemberi dalam memperoleh sesuatu yang bukan menjadi haknya atau menzalimi hak yang dimiliki oleh orang lain, seperti pemberian hadiah yang dilakukan oleh seseorang, supaya dirinya bisa diterima menjadi pegawai pada suatu perusahaan atau instansi.
Meskipun fakta yang ada sebenarnya mereka semua tak memiliki hak atau mempunyai persyaratan dalam memperoleh apa yang mereka inginkan dari pada pemberian tersebut.
Al Hafizh menyebutkan pada suatu riwayat dari Farrat bin Muslim bahwa dia berkata,
”Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz menginginkan buah apel dan dia tak mendapati sesuati pun di rumahnya yang bisa dipakai dalam membelinya maka kami pun menunggang kuda bersamanya. Kemudian dia disambut oleh para biarawan dengan piring-piring yang berisi apel. Umar bin Abdul Aziz mengambil salah satu apel dan menciumnya namun mengembalikannya ke piring tersebut. Aku pun bertanya kepadanya tentang hal itu. Maka dia berkata,”Aku tidak membutuhkannya.” Aku bertanya, ”Bukankah Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar menerima hadiah?” Dia menjawab, ”Sesungguhnya ia bagi mereka semua adalah hadiah sedangkan bagi para pejabat setelah mereka adalah suap.” (Fathul Bari juz V hal 245 – 246)
Suap termasuk dosa besar sehingga Allah SWT mengancam para pelakunya, baik yang telah memberikan maupun yang menerimanya, dengan laknat atau dijauhkan dari rahmat-Nya.
Bahkan, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh An Nasai dari Masruq berkata,
”Apabila seorang hakim makan dari hadiah maka itu sesungguhnya dia sudah memakan uang sogokan. Jika dia menerima suap maka dia sudah menghantarkan dirinya kepada kekufuran.”
Masruq mengatakan bahwa barang siapa yang telah meminum khamr maka sungguh dia sudah kufur dan kekufurannya membuatnya sholatnya tidak diterima selama 40 hari.
Akan tetapi apabila pemberian hadiah terpaksa dilakukan untuk mendapatkan haknya atau menghilangkan kezhaliman atas dirinya maka hal tersebut bisa dibolehkan bagi si pemberi dan diharamkan bagi si penerima.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menyebutkan bahwa para ulama sudah mengatakan bahwa
“Sesungguhnya pemberian hadiah kepada wali amri- orang yang diberikan tanggung jawab terhadap suatu urusan- untuk melakukan sesuatu yang tak diperbolehkan atasnya yaitu haram, baik bagi yang telah memberikan maupun menerima hadiah tersebut dan ini merupakan suap yang dilarang nabi Muhammad SAW.”
Adapun apabila orang itu memberikan hadiah kepadanya untuk menghentikan kezaliman terhadapnya atau untuk mendapatkan haknya maka hadiah ini haram bagi si penerima dan boleh bagi si pemberinya, sebagaimana sabda Nabi Muhamad SAW,
”Sesungguhnya aku memberikan suatu pemberian kepada salah seorang dari mereka maka dia akan keluar dengan mengepit (diantara ketiaknya) api neraka. Beliau SAW ditanya,”Wahai Rasulullah SAW mengapa engkau memberikan kepada mereka? Beliau SAW menjawab,”Mereka enggan kecuali dengan cara meminta kepadaku dan Allah SWT tidak menginginkan kau berlaku pelit.” (Majmu’ Fatawa juz XXXI hal 161)

===
Perlakuan Terhadap Penghasilan dari Suap.
Dikarenakan suap-menyuap (Sogok) merupakan perilaku yang diharamkan, maka penghasilan yang diperolehnya pun dapat dikatakan sebagai penghasilan yang haram.
Di dalam suap tersebut selain telah melanggar rambu-rambu dari Allah SWT untuk mencari penghasilan, dia juga berisi kezhaliman yang nyata terhadap orang-orang yang mempunyai hak.
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ
Artinya ; “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.” (QS. Al Baqoroh : 188)
Imam Al-Qurthubi telah mengatakan bahwa ”Makna ayat ini adalah janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lainnya dengan cara yang tidak benar.” ia menambahkan bahwa barangsiapa yang mengambil harta orang lain bukan dengan cara yang dibenarkan syariat maka sesungguhnya ia telah memakannya dengan cara yang batil. Diantara bentuk memakan dengan cara yang batil adalah putusan seorang hakim yang memenangkan kamu sementara kamu tahu bahwa kamu sebenarnya salah. Sesuatu yang haram tidaklah berubah menjadi halal dengan putusan hakim.” (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz II hal 711).
Oleh karena itu, bagi seorang muslim seharusnya mencari nafkah dengan menggunakan cara-cara yang sudah dibenarkan oleh syariat sehingga setiap rupiah yang diperolehnya bisa meraih berkah dari Allah SWT.
Keberkahan seseorang tidaklah ditentukan dari seberapa banyak atau sedikitnya harta yang dimilikinya, akan tetapi dari halal atau tidaknya harta tersebut.
Seberapa pun harta yang ada dimiliki dan didapatkan dengan cara yang halal dan dibenarkan oleh syariat maka didalam harta tersebut ada keberkahan dari Allah SWT.
Jika sekarang anda menjadi karyawan dan itu merupakan hasil dari menyogok, suap atau memberikan uang kepada orang yang telah memuluskan niat anda tersebut maka cepatlah bertobat.
Keluarlah dan sebaiknya cari pekerjaan lain yang gaji atau hasilnya halal supaya istri dan anak-anak anda bisa hidup dari uang yang barokah dan halal, bukan berasal dari sesuatu yang haram.
Wallahualam… (*)
(Sumber : Wajibbaca.com)
===
VIDEO :
===
Baca: Jadi Ibu Yang Tegas, Benarkah Nagita Slavina dan Raffi Ahmad Berencana Tambah Momongan ?
Baca: Protes Sriwijaya FC Terhadap Wasit Telah Ditangani Komite Perwasitan
Baca: Innalillahi! Diduga Pendengarannya Terganggu, Pria di Lubuklinggau Ini Tewas Disambar Kereta Api
Baca: Usia Pernikahan Seumur Jagung, Pasangan Muda Ini Juga Diisukan Hamil Duluan, Siapa Ya?
Baca: Demo 234 Ojek Online Kompak Tuntut Aplikator Jangan Turunkan Tarif Seenaknya