Hidayah

Memetik Pelajaran Berharga dari Tuna Netra

Perjalanan hidup cucu Adam memang tidak akan pernah sama dalam catatannya, begitu juga hasilnya

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Memetik Pelajaran Berharga dari Tuna Netra
ist
Kegigihan Tuna Netra

Memetik Pelajaran Berharga dari Tuna Netra
SRIPOKU.COM --

Perjalanan hidup cucu Adam memang tidak akan pernah sama dalam catatannya, begitu juga hasilnya tidak akan pernah sama meski menggunakan teori, rumus, bahan dan tempat yang sama.

Adalah kisah anak manusia yang hidup berkecukupan dan punya kebebasan dari keluarganya seperti diungkapkan secara bertutur.

netra3
Kegigihan Tuna Netra 

Seperti dirilis  Islami.dot.com, tumbuh dan besarnya seseorang dalam keluarga yang demokratis, membuat Haprayo --nama samaran, dan adik-adiknya terbiasa dalam nilai-nilai penuh kebebasan meski tetap bertanggung jawab dan tidak keluar jalur.

Orangtua membebaskan Haprayo dan saudaranya ikut kegiatan apa saja di luar rumah asal jelas dan izin orangtua.

Dan pada akhirnya, kepercayaan orang tuaku itu disalah-artikan.

Berawal dari keisengan membeli kupon permainan ketangkasan di sebuah pusat perbelanjaan, akhirnya menjadi hobi yang tak bisa ditinggalkan.

Sepulang sekolah Haprayo habiskan waktunya di sana. Bila tidak bermain “judi kecil-kecilan”, Haprayo sibuk dengan game yang juga banyak menyajikan permainan ketangkasan dengan tukar koin.

Haprayo sudah kecanduan kelas berat.

Bahkan sering tanpa disadarinya, Haprayo melakukan gerakan-gerakan memencet tombol game atau tiba-tiba berteriak karena merasa kalah atau menang game.

Meski menjadi bahan tertawaan, Haprayo tak peduli.

Oleh guru kelas, Haprayo sering ditegur karena tak lagi bisa konsen mengikuti pelajaran di kelas.

Belum lagi nilai Haprayo yang terus turun drastis.

Tak berhenti sampai di situ, emosinya mulai sering tak terkendali bila dalam sehari tak berada di depan permainan-permainan itu.

Pendeknya bagaimana pun caranya Haprayo harus bisa memenuhi hasrat bermain gamenya.

Jadilah Haprayo seorang pencuri.

Korban pertama Haprayo adalah iuran SPP tiap bulan.

Berturut-turut kemudian dompet ibu dan ayahnya.

Lama-kelamaan Haprayo mulai berani mencuri di luar.

Tak terhitung entah berapa Haprayo mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Berkali-kali Haprayo tertangkap basah.

Namun itu belum cukup membuatnya jera.

Haprayo melakukan semua itu seolah tanpa beban.

Ayah dan ibunya sampai angkat tangan dan kehilangan akal mengatasi.

Imbas lain dari kenakalannya itu, bolak-balik aku harus pindah sekolah yang biasanya hanya bertahan dalam hitungan bulan.

Sampai pada akhirnya drop out sebelum bisa menyelesaikan kelas dua.

Ibu dan ayahnya sangat marah dan kecewa.

Sebab segala nasihatnya tak pernah satupun diindahkan.

Hanya sekedar lewat. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.

Bukannya berubah, sejak “DO” dari sekolah, justru kenakalannya makin bertambah.

Haprayo mulai terjebak dalam minuman keras dan kehidupan malam di bar-bar.

Berangkat menjelang sore, menjelang pagi baru tiba di rumah.

Sepanjang siang bila tak diajak keluar teman, dihabiskan waktu untuk tidur.

Shalat? Haprayo tak sempat lagi memikirkannya.

Di otaknya yang ada hanya kenikmatan-kenikmatan dunia.

Tak sedikitpun Haprayo berpikir tentang mati atau masa depan.

Jadilah Haprayo manusia yang hidup tanpa tujuan sama sekali.

Hingga suatu hari, di rumah Haprayo kedatangan saudara sepupu.

Yang terdengar saudara sepupu itu akan tinggal bersama Haprayo dalam waktu yang cukup lama untuk sekolah.

Ia seorang tuna netra sejak usia menjelang tujuh tahun.

Berawal dari sakit panas yang membawanya dalam kebutaan permanen.

netra2
Kegigihan Tuna Netra

Semula Haprayo tak peduli padanya.

Bahkan Haprayo sempat berpikir kehadirannya akan membuat repot seisi rumah, termasuk
Haprayo sendiri.

Apa-apa harus dibantu, jalan mesti dituntun.

Pendeknya dalam otak Haprayo yang ada adalah prasangka buruk tentangnya dan segudang kerepotan yang akan muncul dengan kedatangannya di rumah.

Membayangkan saja sudah repot, bagaimana kalau sudah benar-benar datang?

Ternyata dugaan Haprayo benar.

Hari pertama ia tiba ia sudah banyak bertanya tentang seluk beluk denah rumah.

Di mana tempat MCK, di mana letak ini itu.

Sangat menyebalkan.

Kadang Haprayo tak dapat menahan tawa, di awal pekan kehadirannya ia sering menabrak sana-sini, hingga membuat Haprayo berteriak-teriak mengingatkannya.

Benar-benar bikin repot.

Pekan berikutnya ia sudah hafal tempat-tempat di rumah.

Tiap hari kerjanya menyapu, bersih-bersih rumah bahkan ia menyikat kamar mandi juga menyetrika!

Haprayo diam-diam terkagum-kagum.

Meski seusia dengannya, belum pernah Haprayo yang normal begini mengerjakan semua tugas itu. Semua beres di tangan ibu.

Belum lagi ia rajin shalat dan mengaji dengan Al Quran Braille.

Suaranya merdu dan tak jarang sesekali suaranya tersendat seperti menahan tangis saat membaca Al Quran.

Sering Haprayo diam-diam berada di belakangnya, memerhatikan ia meraba-raba titik-titik
yang bertonjolan di buku Al Qurannya.

Sumpah, dia bisa membuatku bangun pagi atau tak membuat Haprayo pergi serta rela tak tidur
siang hanya untuk bisa memerhatikan dan mengamatinya.

Jika ia yang tak sempurna saja begitu rajin dan semangat belajar juga beribadah.

Sempat Haprayo bertanya dalam hati, "kenapa aku yang sehat justru sibuk maksiat.?"

Entah, ada kekuatan dari mana, meski malu-malu kucing pada awalnya, Haprayo sering diam-diam
menjadi makmum di sampingnya.

Biasanya ia akan tersenyum dan menepuk punggungku seraya berucap syukur.

Lama-kelamaan Haprayo merasa dekat dengannya.

Sedikit demi sedikit Haprayo mulai berubah, meski JUhan harus mati-matian menahan keinginan lamanya.

Alhamdulillah, pada akhirnya Haprayo bisa berhenti dan lepas dari semua itu.

Haprayo akhirnya mampu meninggalkan masa lalunya tanpa keraguan sedikitpun.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved