Mau Pinjam Uang, Adik Pria ini Justru Tak Membantu, Tak Lama Nasibnya Sungguh Tragis
Pada suatu malam, tampak panorama malam yang sunyi senyap diiringi tiupan angin sepoi-sepoi.
Penulis: Ahmad Sadam Husen | Editor: Ahmad Sadam Husen
SRIPOKU.COM -- Pada suatu malam, tampak panorama malam yang sunyi senyap diiringi tiupan angin sepoi-sepoi.
Para penduduk desa sibuk sepanjang hari menikmati suasana yang teduh.
Namun, seorang pria bernama Li justru tampak mondar-mandir dengan gelisah di rumahnya.
Kondisi keuanganlah yang saat itu membuat Li merasa sangat gelisah.
Dua tahun lalu, istrinya jatuh sakit dan diharuskan menjalani rawat inap di rumah sakit selama hampir satu bulan lamanya.
Selama menemani sang istri, Li sudah menghabiskan puluhan juta selama perawatan itu.
Sementara tahun lalu, ayah dan ibu Li meninggal dunia secara berturut-turut, dan lagi-lagi hal ini membuatnya menghabiskan cukup banyak uang.
(IST)
===
Beberapa waktu lalu, Li memutuskan untuk naik gunung untuk mencari barang-barang hasil gunung (Buah-buahan liar, kayu bakar, hewan buruan dan semacamnya) agar bisa dijual kembali untuk menambah kebutuhan keluarga.
Namun, tanpa sengaja Li justru terjatuh dari tebing/.
Nyawanya memang selamat, tapi hal ini semakin membuatnya kesulitan mencari uang.
Akhirnya dengan terpaksa Li memutuskan untuk meminjam uang dengan tetangga dan sanak saudara atau teman-teman untuk membayar biaya pengobatan istrinya.
Sekarang, anak laki-laki Li akan melanjutkan studinya di universitas.
Putranya ini sebenarnya adalah anak yang cerdas.
Karena itulah, sesusah apa pun hidupnya, Li akan berusaha agar anaknya ini bisa kuliah.
Namun, biaya untuk kuliah bukanlah angka yang kecil,.
Semakin hari, Li mungkin tidak bisa meminjam lagi sama kerabat atau temannya, karena pinjaman sebelumnya saja belum dilunasi.
Apalagi saudara atau teman-temannya itu juga bukan orang berada.
(IST)
===
Akhirnya Li lagi-lagi pulang dengan tangan kosong alias tidak mendapatkan pinjaman sepeser pun.
“Bagaimana baiknya sekarang, terpaksa menemui Xiao Ming?” gumam Li sambil menghela napas panjang.
Xiao Ming dan Li ini dua saudara kakak beradik.
Semasa kanak-kanak mereka kerap mandi bersama di sungai.
Ketika itu, Xiao Ming hampir hanyut dan tenggelam di sungai.
Saat itu ketika mereka sedang mandi, tiba-tiba kaki Xiao Ming kram.
Untung saja Li berhasil menyelamatkannya.
Belakangan, Xiao Ming adiknya memutuskan mengadu nasib di kota dan membuka usaha kecil-kecilan.
Mungkin karena nasib baik sedang menuntun jalannya, usaha Xiao Ming berkembang pesat dan dia menjadi kaya raya.
(IST)
===
Sejak mengadu nasib di kota hingga sukses sekarang, dia pun jarang berhubungan lagi dengan Li, kakaknya.
Meski jarang berkunjung satu sama lain dalam beberapa tahun terakhir ini, tapi hubungan sesama saudara mereka tetap masih kental.
Keesokan harinya sebelum fajar menyingsing, Li melintasi setapak demi setapak jalan di desanya dan berdesakan di dalam bis yang bergerak menuju ke kota.
Beberapa jam kemudian, bis yang ditumpangi Li tiba di kota.
Untung saja Li masih ingat dengan tempat tinggal adiknya.
Sesampainya di sana, Xiao Ming pun menyambut hangat kedatangan Li, kakaknya.
“Wah! Sungguh mengagumkan!”
”Gantungan lampu di ruang tamu saja puluhan juta harganya, pasti tidak masalah kalau aku meminjam sedikit uang padanya,” Gumam Li sambil tersenyum
“Xiao Ming, keponakanmu, sekarang sudah kuliah di universitas.”
”Kamu tahu kan, dalam beberapa tahun terakhir ini, aku selalu dihimpit masalah.”
”Apa kamu bisa meminjamkan sedikit uang dulu padaku, aku mau lunasi dulu biaya kuliahnya,” kata Li tergagap-gagap sambil menundukkan kepalanya.
(IST)
===
Namun, tak disangka, muka Xiao Ming langsung berubah begitu mendengar kakaknya mengatakan mau pinjam uang.
Senyum ramah dan hangatnya sirna seketika.
“Kak, aku juga sebenarnya ingin meminjamkan uang padamu, tapi kamu tahu kan aku juga susah sekarang.”
”Bisnisku sedang sepi, banyak klien yang nunggak, belum bayar, sementara uang tunai di tanganku sekarang juga tidak seberapa.”
”Apalagi anakku yang tidak berguna itu, sekarang punya pacar dan sibuk teriak-teriak mau beli rumah untuk nikah.”
Mendengar itu, Li yakin itu hanya alasan yang dibuat-buat.
Dua hari yang lalu, tetangganya bahkan mendapatkan pinjaman 100 juta dari Xiao Ming.
Hati Li seketika menjadi dingin, dadanya sesak seperti dihimpit batu besar, lututnya lemas.
Ia kemudian langsung berlutut di hadapan Xiao Ming, adiknya, namun Xiao Ming tetap saja acuh tak acuh.
(IST)
===
Akhirnya, Li pun tidak lagi berharap pada adiknya, dia terpaksa menjual ternaknya untuk mengumpulkan uang kuliah anaknya.
Singkat cerita, beberapa tahun kemudian setelah lulus kuliah, putra Li yang merintis karirnya di kota justru mengalami kemajuan pesat.
Putranya bahkan mampu membangun sebuah rumah yang besar di kampung untuk Li, ayahnya.
Para penduduk desa tampak iri dengan Li yang sekarang sudah bisa menikmati masa tuanya yang bahagia.
Pada hari itu, tampak Li sedang duduk santai sambil mengepulkan asap rokoknya di halaman rumah.
Seorang pria berjanggut dengan pakaian lusuh tampak berdiri di depan pintu sambil menatap rumah besarnya.
Li mengira itu adalah pengemis, lalu memberinya beberapa makanan.
“Ini ambillah, bukan nasi, tidak ada nasi hangat sekarang, jadi makanlah seadanya,” ucapnya
Namun, pria lusuh itu tidak mengambilnya, justr iau tiba-tiba menangis sesenggukan dan berkata :
“Kak, aku Xiao Ming.”
Li menatap pria itu dengan seksama dan ternyata memang Xiao Ming, adiknya.
Tapi baru juga beberapa tahun, kenapa Xiao Ming yang sebelumnya gemuk dan berwajah cerah sekarang menjadi kurus kering dan Li pun tidak bisa mengenalinya kalau tidak melihatnya dengan teliti.
Tapi, kenapa bos besar yang kaya ini terlihat seperti ini sekarang?
Ternyata perusahaan Xiao Ming disegel karena operasional illegal.
Sementara istrinya kabur dengan pria lain sambil membawa sedikit uang yang tersisa di rumah.
Tragis bagi Xiao Ming, ia juga menderita kanker hati saat perusahaannya disegel.
(IST)
===
Putra dan menantunya mengatakan kepadanya bahwa percuma saja membuang-buang uang sebanyak apa pun tetap tidak bisa disembuhkan, dan mereka pun tidak peduli.
“Orang-orang sekarang benar-benar tidak punya hati nurani.”
”Padahal dulu aku banyak membantu mereka, sekarang mereka semua langsung menghindar saat aku jatuh melarat,” ucap Xiao Ming.
“Kak, aku terpaksa menemuimu sekarang, tolong pinjami aku sedikit uang untuk berobat,” kata Xiao Ming memelas sambil menangis terisak.
Li menghela napas dan berkata, “Jangan lihat aku sekarang tinggal di rumah seperti gedung ini, tapi ini semua adalah pemberian dari keponakanmu.”
”Aku hanya seorang petani, tidak bisa apa-apa selain membajak sawah, jadi aku juga tak punya uang.”
”Apalagi kondisi kesehatanku dan kakak iparmu itu juga kurang sehat sekarang, setiap hari harus makan obat, dan itu semua adalah uang.”
Mendengar penjelasan kakaknya, akhirnya Xiao Ming pun pergi dengan malu.
Beberapa hari kemudian, terdengar kabar tentang kematian Xiao Ming di desa.
Li hanya bisa mendesah sedih dengan nasib adiknya sambil menghembuskan asap rokoknya. (jhn/rp)
(IST)
===
(Sumber : toutiao.com/EraBaru)