Raja Saudi dan Dukun Urut dari Palembang, Bumbu Kisah Sukses Orang Indonesia di Mekkah

Mendengar jawaban si dukun, Raja Abdulaziz dan Amir Faisal tercengang. Dokter-dokter kerajaan mencibirkan bibirnya.

Penulis: antoni | Editor: Tarso
ist/net
Ilustrasi 

SRIPOKU.COM - Kisah ini dituturkan HAMKA (Haji Abdul  Malik Karim Amarullah alias Buya Hamka) dalam bukunya yang berjudul Mandi Tjahaja di Tanah Sutji.

Periode waktu yang diceritakan Hamka berlangsung pada masa Raja Abdul Aziz, raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Arab Saudi yang memimpin Saudi  pada periode 1932-1952.

Hamka bercerita, pada suatu hari Amir Abdullah, putra Amir Faisal, jatuh dari atas kuda. Amir Abdullah adalah cucu dari Raja Abdul Aziz.

Amir Abdullah adalah sosok yang sangat disayangi neneknya, Tarfah binti Abdullah Al-Sheikh. Raja Abdulaziz begitu menghargai Tarfah karena dia keturunan langsung dari Sheikh Muhammad bin Wahab, peletak dasar ajaran Wahabi.

Tarfah begitu mencintai Amir Abdullah sampai memberikan gelar pada sebagai "nisyfid dunia", alias separuh dunia.

"Mukanya elok seperti ayahnya, dan gagah," tulis Hamka.

Akibat jatuh dari kuda, Amir Abdullah cedera parah. Kakinya patah. Dokter-dokter yang ada di Mekkah memeriksa dan menyatakan bahwa cedera kaki sang Amir begitu parah.

Satu-satunya solusi adalah amputasi. Kakinya mesti dipotong!

Ilustrasi
Ilustrasi (ist/net)

Kabar ini membuat gempar seantero negeri karena Amir Abdullah memang dipersiapkan sebagai raja di masa depan prediksi yang akhirnya betul-betul terjadi.

Pada 2005, Abdullah dinobatkan sebagai Raja.

Sang kakek, Raja Abdulaziz dan sang ayah, Amir Faisal (yang akhirnya menjadi Raja Saudi pada 1964) merasa khawatir dengan Amir Abdullah.

Hamka bercerita, kabar sang penerus takhta akhirnya sampai kepada seorang dukun Indonesia, berasal dari Palembang. Alkisah, si dukun ini pun pergi menghampiri sang Raja.

"Dia menyatakan tidak perlu kaki yang indah dari 'separuh dunia' itu dipotong. Dijamin," tulis Hamka.

Mendengar jawaban si dukun, Raja Abdulaziz dan Amir Faisal tercengang. Dokter-dokter kerajaan mencibirkan bibirnya.

Si dukun ternyata hanya meminta dicarikan sebatang rotan , rotan itu pun disediakan. Di dekat Amir Abdullah yang meronta-ronta kesakitan dan Raja Abdullah serta Amir Faisal yang penasaran, si dukun mulai mengurut.

Namun yang diurut itu bukan kaki sang cucu Raja, melainkan sekerat rotan yang dia minta.

Sambil mengurut Amir Abdullah, si dukun komat-kamit membaca mantera.

"Sementara rotan itu diurutnya, Amir Abdullah memperkatupkan giginya sekeras-kerasnya menahan sakit." Setelah diurut selama tiga hari berutut-turut, kaki itu sembuh dengan sendirinya. Rasa takjub disiratkan oleh Raja.

Apakah ini sihir? Jika betul sihir ini tentu cilaka. "Sebab sihir haram dalam islam. Haram dan dosa besar," tulis Hamka.

Si dukun lalu dipanggil oleh raja. "Apakah ini sihir?" tanya Raja Abdulaziz.

"Tidak. Saya tidak ahli sihir."

"Mengapa rotan yang engkau urut, bukan kaki Amir?"

"Amir seorang mulia, tanganku tidak boleh menyentuhnya."

"Apakah yang engkau baca?" kejar Raja Abdulaziz.

"Doa kepada Tuhan, dengan itikad yang putus, dengan tauhid yang khalis, tidak mengharap dari pertolongan dari yang lain."

Raja heran dan amir-amir lain pun heran.

"Katakanlah apa yang engkau suka!"

"Kesukaanku hanya satu." kata si dukun.

"Apa?" tanya si Raja.

"Lanjutlah usia Sri Baginda Raja!"

Buya HAMKA
Buya HAMKA (ist/net)

Hamka menuturkan si dukun tidak minta apa-apa, tidak menghadap apa-apa.

"Kabarnya konon, raja memerintahkan si putra Indonesia dari Palembang  tukang urut itu mengepalai rumah sakit kerajaan di Mekkah," tulis Hamka.

"Perintah raja itu ditolaknya, karena dialah yang lebih tahu bahwa jika dia hanya seorang dukun kampung, bukan dokter."

"Dan sampai sekarang, jika Amir Abdullah mengendarai autonya (mobil) di jalan raya Mekkah, bila bertemu dengan dukunnya itu, tidaklah dia lupa.

Dia turun dari auto, dihormatinya dan dibahasakannya 'ami' atau paman. Dan terlompatlah uang paun emas buat belajanya (si dukun) sehari-hari," tukas Hamka.

Kisah si dukun sebenarnya bumbu cerita soal kesuksesan orang-orang Indonesia yang diangkat jadi pegawai kerajaan.

Sebelum memulai cerita si dukun, Hamka bertutur lebih dulu soal kisah si Mustafa.

"Raja Abdul Aziz merasa senang sekali jika memakai pegawai bangsa kita. Kepala polisi penjaga istimewa Raja Abdul Aziz adalah putra Indonesia.

Namanya Mustafa Gukguk. Pangkatnya naik lantaran pada suatu ketika budak istana lari, dan tak ada yang berani menangkap, maka dengan 'silat Padang' Mustafa dapat mengelakan serangan jembia (sejenis senjata tradisional laras pendek, seperti keris/belati), dan merampas jembia itu dari tangan si budak."

Dari sanalah akhirnya Mustafa Guguk menjadi kepala polisi Riyadh.

Dalam setiap fragmen kisah-kisah mukimin itu, Hamka selalu memberikan identitas subjek secara detil, mulai dari nama si tokoh, tempat tinggal sampai kepada siapa bekerja.

Kedetailan sayangnya tidak dipapar rinci saat menceritakan kisah si dukun urut.

Apa yang dilakukan Hamka tentu sah-sah saja demi melindungi si dukun agar tak dipenggal di Arab Saudi sana.
sumber: tirto.id

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved