Perih! 2 Tahun Hidup dengan Mertua, Saat Suami Kerja Dipaksa Begini Sampai Suamipun Pasrah!

Saya melihat wajah ibu begitu sedih, namun saya tidak tau bagaimana cara menghibur ibu.Saat makan malam, mertua meminta ibu untuk membereskan

Penulis: Candra Okta Della | Editor: Candra Okta Della
Ilustrasi 

SRIPOKU.COM - Menikah adalah cara mencari bahagia bersama orang yang kita sayangi. 

Namun ternyata, sebelum mengambil keputusan besar itu. 

Nasihat orang tua wajib kita dengarkan. Jangan sampai setelah terjadi baru menyesal. 

Lantaran, orangtua memiliki pandangan jauh kedepan dan dapat merasakan apakah anaknya akan bahagia atau tidak. 

Seperti kejadian berikut ini yang sungguh kasihan. 

Akibat tak mendengarkan nasihat ibunya, hal malang membuatnya tersiksa setiap kali suaminya bekerja. 

Berikut kisahnya dilansir pixpo. 

Hasil gambar untuk japanese wife with father

Saya adalah seorang gadis yang besar di pedesaan.

Dulu ketika pacar saya ingin menikahi saya, orang tua menentang habis-habisan pernikahan kami.

Orang tua menganggap bahwa pacar saya adalah orang perkotaan, jika saya menikah dengannya, maka sangat besar kemungkinan bahwa saya akan mendapatkan perlakukan yang tidak seharusnya nantinya oleh pihak keluarga besar dari suami saya.

Tapi, saya berpikir, asalkan suami saya baik pada saya, itu sudah cukup.

Akhirnya, orang tua saya dengan berat hati membiarkan kami menikah.

Setelah menikah, kami tinggal bersama dengan mertua.

Dua tahun lamanya saya hidup serumah dengan mertua saya. 

Awalnya semua masih terasa bahagia, terasa nyaman menikah. 

Mertua pun terlihat biasa saja. 

Meskipun pernah saya dibuat tersinggung dan dihina dari desa oleh keluarga suami. 

Tapi, ketika saya hamil semua berubah 180 derajat dan langsung sangat baik. 

Saya bersyukur. 

Saya pun gak seperti dulu lagi, yang setiap harinya kecapekan mengerjakan ini itu. Mertua saya mulai membantu saya menyelesaikan pekerjaan rumah.

Hingga akhirnya bayi saya lahir begitu imut. Semua keluarga senang bukan main. 

Bagaimana tidak itu adalah cucu laki-laki pertama di keluarga suami saya. 

Seiring waktu, ketika suami bekerja sikap mertua saya sedikit berbeda. 

Saya sering kali dipaksa melakukan ini itu, bahkan semua pekerjaan rumah semua saya lakukan. 

Mengurus anak, mencuci, memasak hingga merapikan rumah yang cukup besar itu. 

Ditambah sikap mertua pria yang seakan begitu jelalatan melihat saya. 

Dia seakan mau menerkam saya, tapi beruntung keadaan selalu ramai hingga ia hanya bisa sedikit jahil.

Hasil gambar untuk japanese wife with father

Misalnya seakan tak sengaja menabrak dan tangannya memegang payudara saya. 

Miris ketika bercerita ke suami, dia diam saja. Sikapnya semula hangat kini dingin bagai batu es. 

Apa karena saya tak cantik lagi. 

Hingga akhirnya kami mengadakan syukuran anak. 

Saya mengundang ibu saya dari desa untuk datang. 

Saat ibu tiba di rumah, bukan hanya gak mengucapkan salam, selamat datang, namun mertua saya menganggap ibu saya seolah-olah adalah seorang yang tidak kelihatan.

Bahkan mereka semua langsung masuk ke kamar masing-masing.

Karena saya takut mertua saya mengatakan hal yang tidak enak didengar yang ditujukan untuk ibu, maka saya segera membawa ibu masuk ke kamar saya.

Saya menggendong bayiku dan saat ibu melihatnya, ibu begitu bahagia.

Ibu juga berkata mirip sekali dengan saya saat kecil dulu, begitu imut, namun saat mendengar perkataan ibu, hatiku begitu pahit.

Tiba-tiba mertua saya masuk ke kamar dan merebut anak saya dari tangan ibu dengan ekspresi wajah yang sangat marah, berkata

Hasil gambar untuk japanese wife with father

"Ibumu begitu kotor, bagaimana mungkin kamu membiarkannya menggendong cucuku?

Kalau cucuku sakit, bagaimana?" Setelah selesai berteriak, ia menggendong anak saya ke luar.

Di kamar hanya ada saya dan ibu dalam atmosfir yang begitu kaku.

Saya melihat wajah ibu begitu sedih, namun saya tidak tau bagaimana cara menghibur ibu.

Saat makan malam, mertua meminta ibu untuk membereskan dapur terlebih dahulu baru makan.

Namun setelah selesai membereskan dapur dan menuju ke meja makan untuk makan, tidak ada lagi makanan yang tersisa di sana.

Mertua saya berkata, "Kalian kan orang desa, pastinya kalian sudah terbiasa dengan hidup hemat bukan?

Sekarang, kalian makan saja makanan yang ada di dapur, kalian habiskan sisa-sisa makanan itu karena sayang jika dibuang.

Melihat ekspresi ibuku yang begitu sedih, hatiku seakan-akan tersayat-sayat pisau tajam.

Tapi saya benar-benar tidak tau harus melakukan apa. Sedangkan suami saya pun tidak bertindak sama sekali, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Keesokan harinya, saat saya bangun pagi, saya melihat bahwa ibu tidak ada di kamar lagi.

Ternyata ibu diam-diam pulang ke desa malam itu.

Bahkan ia tidak mengucapkan selamat tinggal pada saya.

Saat sudah sampai di rumah, ia baru menelepon saya, memberitahukan bahwa ia pulang karena ada urusan mendadak.

Ibu meminta saya untuk menjaga diri baik-baik. Ibu juga meminta saya untuk bertahan dan berjuang demi masa depan anak saya.

Setelah menutup telepon dari ibu, saya menangis sekuat tenaga, saya tidak tau apa yang harus saya perbuat.

Saya hanya bisa menjalankan kehidupan rumah tangga saya ini dengan berusaha tegar.

Setidaknya demi ibu dan anak saya. (*)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved