Paksa Ibunya 80 Tahun Cuci Piring. Profesor Ini Buat Geram, Saat Alasan Terungkap Semua Jadi Sedih
Pada suatu hari, beberapa mahasiswa datang ke rumah salah seorang profesornya untuk memenuhi undangan makan malam bersama.
Penulis: Candra Okta Della | Editor: Candra Okta Della
SRIPOKU.COM - Mungkin membaca judulnya kita akan geram dengan tindakan seorang profesor ini.
Dengan ilmunya yang tinggi, tega-teganya ia menyuruh ibunya yang tuan renta mencuci piring.
Kejadian ini akan membuka mata kita, jika tidak semua dapat dimengerti dengan penglihatan.
Mungkin ada alasan baik di balik sikap orang tersebut.
Pada suatu hari, beberapa mahasiswa datang ke rumah salah seorang profesornya untuk memenuhi undangan makan malam bersama.
Seusai makan, meja makan pun dipenuhi dengan piring dan gelas kotor.
Para mahasiswa tersebut kemudian buru-buru menawarkan diri untuk mencuci piring.
Tetapi, sambil tersenyum sang profesor melarang mereka dan berkata.
“Santai saja, ada orang yang akan mencucinya.”
Sang profesor memasukkan semua piring dan gelas kotor tersebut ke bak cuci piring, kemudian menghampiri ibunya yang sudah berusia 80 tahun dan berkata.
“Bu, waktunya cuci piring lho…”
Melihat kejadian itu, semua siswa pun tercengang.
Profesor yang biasanya sopan, bagaimana mungkin sih memperlakukan ibunya yang sudah tua seperti itu?
Namun, tak disangka.
Sang ibu yang semula sedang duduk dengan murung, tiba-tiba berdiri dan langsung menuju ke bak cuci piring dan menghabiskan 30 menit penuh untuk mencuci semuanya.
Setelah ibunya selesai mencuci, sang profesor langsung mengambil handuk, mengeringkan tangan sang ibu, dan kemudian membimbingnya ke kamar untuk istirahat.
Setelah mengantar sang ibu masuk ke kamar, ia pun masuk kembali ke dapur dan mencuci kembali semua piring dan gelas yang tadi telah dicuci oleh ibunya.
Sang profesor kemudian berkata, “Seorang ibu selalu ingin melakukan sesuatu untuk anaknya.
Meski pun ia sudah tua, tapi, ia akan senang mengetahui bahwa ia masih dibutuhkan anaknya untuk melakukan sesuatu.
Karena tadi Ibu terlihat murung dan mungkin merasa sudah tidak dibutuhkan lagi, makanya saya menyuruhnya mencuci piring.”
Berbakti pada orang tua itu, selain kita melakukan segala sesuatu untuk mereka.
Kita juga harus mengerti dengan perasaan mereka.
Ketika seseorang merasa dibutuhkan.

Hidup baru memiliki tujuan.
Dengan adanya tujuan, maka hidup pun menjadi bergairah dan baru bisa memancarkan cahaya.
Di mata orang tua, kita tetaplah anak kecil.
Bahkan meski sudah dewasa, sebagai orang tua mereka akan selalu khawatir.
Jadi, berikan mereka kesempatan untuk melakukan sesuatu untuk kita.
Bayar Utang Ayah Pakai Uang Pernikahannya, Pemuda Ini Dapat Rezeki tak Terduga
Ada seorang laki-laki memiliki utang, dan pada suatu hari datanglah kepadanya pemilik utang, kemudian mengetuk pintunya. Selanjutnya salah seorang putranya membukakan pintu untuknya.
Dengan tiba-tiba, orang itu mendorong masuk tanpa salam dan penghormatan, lalu memegang kerah baju pemilik rumah seraya berkata kepadanya,
“Bertakwalah kepada Allah, bayar utang-utangmu, sungguh aku telah bersabar lebih dari seharusnya, kesabaranku sekarang telah habis, sekarang kamu lihat apa yang kulakukan terhadapmu hai laki-laki?!
Pada saat itulah sang anak ikut campur, sementara air mata mengalir dari kedua matanya saat dia melihat ayahandanya ada pada kondisi terhina seperti itu. Dia berkata,”Berapa utang yang harus dibayar ayahku?"

Dia menjawab; ”70 ribu real.” Berkata sang anak,”Lepaskan ayahku, tenanglah, bergembiralah, semua akan beres.”
Lalu masuklah sang anak ke kamarnya, dimana dia telah mengumpulkan sejumlah uang yang bernilai 27 ribu Real dari gajinya untuk hari pernikahan yang tengah ditunggunya.
Akan tetapi dia lebih mementingkan ayahanda dan utangnya daripada membiarkan uang itu di lemari pakaiannya.
Sang anak masuk ke ruangan lantas berkata kepada pemilik utang, “Ini pembayaran dari utang ayahku, nilainya 27 ribu Real, nanti akan datang rizki, dan akan kami lunasi sisanya segera dalam waktu dekat Insya Allah.”
Di saat itulah, sang ayah menangis dan meminta kepada lelaki itu untuk mengembalikan uang itu kepada putranya, karena ia membutuhkannya, dan dia tidak punya dosa dalam hal ini.
Sang anak memaksa agar lelaki itu mengambil uangnya. Lalu melepas kepergian lelaki itu di pintu sambil meminta darinya agar tidak menagih ayahnya, dan hendaknya dia meminta sisa utang itu kepadanya secara pribadi.
Kemudian sang anak mendatangi ayahnya, mencium keningnya seraya berkata, “Ayah, kedudukan ayah lebih besar dari uang itu, segala sesuatu akan diganti jika Allah azza wa jalla memangjangkan usia kita, dan menganugerahi kita dengan kesehatan dan ‘afiyah."
"Saya tidak tahan melihat kejadian tadi, seandainya saya memiliki segala tanggungan yang wajib ayah bayar, pastilah saya akan membayarkan kepadanya, dan saya tidak mau melihat ada air mata yang jatuh dari kedua mata ayah di atas jenggot ayah yang suci ini.”
Lantas sang ayah pun memeluk putranya, sembari sesegukan karena tangisan haru, menciumnya seraya berkata;
“Mudah-mudahan Allah meridhai dan memberikan taufiq kepadamu wahai anakku, serta merealisasikan segala cita-citamu.”
Pada hari berikutnya, saat sang anak sedang asyik melaksanakan tugas pekerjaannya, salah seorang sahabatnya yang sudah lama tidak dilihatnya datang mengunjunginya. Setelah mengucapkan salam dan bertanya tentang keadaannya, sahabat tadi bertanya,
“Akhi (saudaraku), kemarin, salah seorang manajer perusahaan memintaku untuk mencarikan seorang laki-laki muslim, terpercaya lagi memiliki akhlak mulia yang juga memiliki kemampuan menjalankan usaha,"
"Aku tidak menemukan seorang pun yang kukenal dengan kriteria-kriteria itu kecuali kamu. Maka apa pendapatmu jika kita pergi bersama untuk menemuinya sore ini?”
Maka berbinar-binarlah wajah sang anak dengan kebahagiaan, seraya berkata, “Mudah-mudahan ini adalah do’a ayah, Allah azza wa jalla telah mengabulkannya.” Maka dia pun banyak memuji Allah azza wa jalla.
Pada waktu pertemuan di sore harinya, tidaklah manajer tersebut melihat kecuali dia merasa tenang dan sangat percaya kepadanya, dan berkata, “Inilah laki-laki yang tengah kucari.”
Lalu dia bertanya kepada sang anak, “Berapa gajimu?” Dia menjawab, “Mendekati 5 ribu Real.”
Dia berkata, “Pergi besok pagi, sampaikan surat pengunduran dirimu, gajimu 15 ribu Real, bonus 10% dari laba, dua kali gaji sebagai tempat dan mobil, dan enam bulan gaji akan di bayarkan untuk memperbaiki keadaanmu.”
Tidaklah pemuda itu mendengarnya, hingga dia menangis sambil berkata, “Bergembiralah wahai ayahku.”
Manajer pun bertanya kepadanya tentang sebab tangisannya.
Maka pemuda itu pun menceritakan apa yang telah terjadi dua hari sebelumnya. Maka manajer itu pun memerintahkan untuk melunasi utang-utang ayahnya.
Adalah hasil dari labanya pada tahun pertama, tidak kurang dari setengah milyar Real.
Berbakti kepada kedua orang tua adalah bagian dari ketaatan terbesar, dan bentuk taqarrub kepada Allah azza wa jalla yang teragung.
Dengan berbakti kepada keduanya rahmat-rahmat akan diturunkan, segala kesukaran akan disingkapkan. Dan Allah azza wa jalla telah mengaitkan antara berbakti kepada kedua orang tua dengan tauhid, Allah azza wa jalla berfirman:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang dari keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” [QS. Al Israa’. 23]
Di dalam shahihahin, dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (*)