Korupsi Sewa Gedung BPSDM-P Sumsel, Kuasa Hukum Terdakwa Laporkan ke Polisi

Sebelum penentuan vonis bagi terdakwa Achmad Supardan, kuasa hukumnya H Yusmaheri, SH, malah melaporkan Purwadi, SE ke Polda Sumsel.

Editor: Tarso
SRIPOKU.COM/DARWIN SEPRIANSYAH
Yusmaheri SH saat melapor ke Polda Sumsel. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kasus dugaan tindak pidana korupsi restribusi pengelolaan sewa gedung dan penginapan pada penyelenggaraan diklat di BPSDM-P dari tahun 2013-2015 sebesar Rp 1 milyar lebih atau Rp 1.005.591.656, yang menjerat Ir Achmad Supardan (50) selaku Kepala Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDM-P) Dinas Pertanian Sumsel kini terus bergulir di Pengadilan Negeri Klas 1/A Palembang.

Terbaru, sebelum penentuan vonis bagi terdakwa Achmad Supardan, kuasa hukumnya H Yusmaheri, SH, malah melaporkan Purwadi, SE (55) selaku Widyaswara Muda Balai Pengembangan SDM (BPSDM) Provinsi Sumsel ke Direktorat Reskrim Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumsel, Senin (2/10/2017).

"Kita datang ke Polda untuk melaporkan Saudara Purwadi atas dugaan memberikan keterangan palsu dan sumpah palsu berkaitan dengan kasus korupsi yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Klas 1/A Palembang," katanya.

Dikatakan, kliennya tersebut sebenarnya hanya korban dari oknum-oknum orang BKD dan Purwadi yang juga sebagai Ketua Koperasi, karena uang itu diberikan oleh terlapor kepada BKD dengan surat penyataan yang ada.

Hal itulah yang akan dijadikan barang bukti.

Sementara kliennya disebut satu rupiah pun tidak menerima uang sewa gedung, tapi untuk uang konsumsi diakui memang ada diterima.

"Uang sewa gedung itu seluruhnya diterima oleh Saudara Purwadi. Hal ini sudah kita utarakan dan barang bukti sudah kita paparkan di persidangan dan tidak ada satu lembar pun penarikan uang sewa gedung itu di Bank Sumsel yang dilakukan oleh klien saya. Seluruhnya dilakukan oleh Saudara Purwadi," ucap Yusmaheri.

Menurutnya, fakta-fakta di persidangan juga terungkap jika seluruh kuitansi-kuitansi uang yang ada di Bank Sumsel dari setiap jenis kegiatan dari tahun 2013 sampai tahun 2015 diambil oleh Purwadi.

Namun kenyataannya, yang bersangkutan tidak dijadikan tersangka. Malah yang jadi korban adalah kliennya, Acmad Supardan.

"Klien kami sudah ditahan hampir tujuh bulan lebih dan sudah ada tuntutan jaksa 7 tahun," ujarnya.

Terpisah, Purwadi ketika dikonfirmasi mengatakan apa yang disampaikan di persidangan sudah sesuai dengan fakta yang ada.

Dia sendiri ada saksi bahwa dirinya hanya menjalankan perintah dari Achmad Supardan.

Sebelumnya dari dakwaan JPU, diketahui pada akhir Desember 2012, terdakwa Ir Achmad menerima kedatangan Kepala BKD OKU Timur Julius Martin, guna meminjam gedung untuk pelaksanaan diklat.

Karena tidak mengetahui prosedur peminjaman gedung, maka meminta bantuan saksi Yusuf selaku pengurus Koperasi Sepakat, serta pengadaan katering diklat itu.

Bulan Februari 2013 saksi Azaria Inson sebagai Kabid BKD OKU Timur sebagai Kepala PPTK Diklat IV Kepemimpinan tahun 2013, mengirim surat untuk meminta persetujuan ke BKD Sumsel meminta persetujuan pelaksanaan diklat, di BPSDM-P.

Saksi Azaria pun berkoordinasi dengan terdakwa Achmad dalam melaksanakan kegiatan diklat, mulai dari penginapan dan sewa gedung.

Saksi Azaria menyetujui dengan memberikan uang Rp 15 Juta kepada terdakwa langsung.

Dengan sewa gedung pelaksanaan Diklat IV Kepemimpinan itu sebesar Rp 97.128.000 dan uang penginapan Rp 87.415.000, dicairkan melalui Koperasi Sepakat oleh saksi Purwadi lantas diserahkan ke terdakwa Achmad.

Total ada 8 kali pelaksanaan diklat dilaksanakan sejak tahun 2014-2015.

Maka sejak tahun 2013-2015, dana sewa gedung, penginapan, dan ruang kelas, yang dikelola BPSDM-P, berjumlah Rp 1.134.547.800.

Setelah dikurangi pajak total dikelola Rp 1.021.251.656. Tidak disetorkan ke kas daerah Propinsi Sumsel.

Berdasarkan audit yang dilakukan BPK Sumsel, ditemukan ada kerugian negara dari penarikan restribusi sewa gedung dan penginapan BPSDM-P, Rp 1.005.591.656.

Perbuatan terdakwa tersebut diancam menurut pasal 8, UU No 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Ancamannya pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved