Mengungkap Panggilan Haji, Benarkah Konspirasi Belanda hingga Jemaah Haji Ditangkap Karena Ini

Dalam hal ini biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai tauladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikata

Penulis: Candra Okta Della | Editor: Candra Okta Della
Net/Kolase
Sejarang berangkat haji 

SRIPOKU.COM - Ibadah haji sudah selesai dilakukan oleh umat Islam dengan ditandai usainya Wukuf di Arafah.

Setelah menjalankan semua rangkaian, berangsur-angsur umat muslim akan pulang ke negaranya masing-masing.

Begitu juga dengan jemaah haji asal Indonesia.

Namun, bagi jemaah asal Indonesia seketika pulang menyelesaikan haji, mereka akan mendapatkan panggilan lain yakni, pak haji atau bu haja.

Tapi bagaimana sih sejarah sebenarnya, apakah panggilan haji berawal dari konspirasi Belanda?

Dikutip dari wikipedia, Haji adalah gelar homonim yang memiliki dua etimologi yang berbeda.

Dalam budaya Islam Nusantara di Asia Tenggara, gelar haji umumnya digunakan untuk orang yang sudah melaksanakan haji. Istilah ini berasal dari bahasa Arab (حاج) yang merupakan bentuk isim fail (partisip aktif) dari kata kerja 'hajj' (Arab: حج, 'pergi haji') atau dari kata benda 'hajj' (Arab: حج, 'ibadah haji') yang diberi sufiks nisbah menjadi 'hajjiy' (Arab: حجي).

Arti lainnya adalah berasal dari kebudayaan Nusantara pra-Islam era Hindu-Buddha, yaitu Haji atau Aji yang berarti "Raja".

laporan haji
laporan haji (Youtube)

Gelar haji umum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan "H".

Dalam hal ini biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai tauladan maupun contoh di daerah mereka.

Bisa dikatakan sebagai guru atau panutan untuk memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi Islam sehari-hari.

Gelar yang aslinya bahasa Arab ini telah memiliki versi sesuai bahasa lokal masing-masing negara.

Dalam bahasa Farsi dan Pashto ditulis: حاجی, bahasa Yunani: Χατζής, Albania: Haxhi, Bulgaria: Хаджия, Kurdi: Hecî, Serbia/Bosnia/Kroasia: Хаџи atau Hadži, Turki: Hacı, Hausa: Alhaji dan bahasa Romania: hagiu.

Di beberapa negara, gelar haji dapat diwariskan turun-temurun sehingga menjadi nama keluarga seperti Hadžiosmanović dalam bahasa Bosnia yang berarti 'Bani Haji Usman' alias 'anak Haji Usman'.

Di negara-negara Arab, gelar haji awam digunakan sebagai penghormatan kepada orang yang lebih tua terlepas dari pernah haji atau belum.

Gelar haji juga digunakan di negara-negara kristen Balkan yang pernah dijajah Imperium Usmani (Bulgaria, Serbia, Yunani, Montenegro, Makedonia dan Romania) bagi orang kristen yang sudah pernah berziarah ke Yerusalem dan Tanah Suci.

Hasil gambar untuk sejarah panggilan <a href='https://palembang.tribunnews.com/tag/haji' title='haji'>haji</a> belanda

Dalam konteks historis di Hindia Belanda, penggunaan gelar haji sering disematkan pada seseorang yang telah pergi haji, dan sempat digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk identifikasi para jemaah haji yang mencoba memberontak sepulangnya dari Tanah Suci.

Mereka dicurigai sebagai anti kolonialisme, dengan pakaian ala penduduk Arab yang disebut oleh VOC sebagai “kostum Muhammad dan serban”.

Dilatar belakangi oleh gelombang propaganda anti VOC pada 1670-an di Banten, ketika banyak orang meninggalkan pakaian adat Jawa kemudian menggantinya dengan memakai pakaian Arab.

Pemerintah Hinda Belanda akhirnya menjalankan politik Islam, yaitu sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah Islam di Nusantara pada masa itu.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.

Maka sejak tahun 1911, pemerintah Hindia Belanda mengkarantina penduduk pribumi yang ingin pergi haji maupun setelah pulang haji di Pulau Cipir dan Pulau Onrust.

Mereka mencatat dengan detail nama-nama dan maupun asal wilayah jamaah Haji.

Begitu terjadi pemberontakan di wilayah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menemukan warga pribumi, karena di depan nama mereka sudah tercantum gelar haji.(*)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved