Palembang Darurat Predator Seks Terhadap Anak

Adanya peningkatan ini, boleh jadi akibat mudahnya anak-anak mengakses internet berkonten pornografi yang didownload melalui Ponsel.

Penulis: Husin | Editor: wartawansripo
zoom-inlihat foto Palembang Darurat Predator Seks Terhadap Anak
SRIPOKU.COM/HUSIN
DR. RM Taufik Husni SH, MH

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Meningkatnya kasus pencabulan pelaku predator seks terhadap anak yang dirilis Polresta Palembang dengan indikasi adanya kenaikan hingga 30 persen, seharusnya disikapi serius oleh instansi terkait.

Pasalnya, anak merupakan aset yang harus dijaga dan dilindungi sebagai generasi penerus bangsa yang akan datang.

Hal itu disampaikan DPD Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Sumsel dalam rilis bulannya yang disampaikan ke redaksi sripo, Minggu (2/7).

Disebutkan, angka-angka yang dirilis unit PPA Polresta Palembang merupakan angka yang dipercaya dan akurat
dengan grafik yang jelas dan terukur.

Disebutkan, di tahun 2013 terdapat 12 kasus, tahun 2014 (22 kasus), tahun 2015 (42 kasus) dan di tahun 2016 (52 kasus), sedangkan di Januari hingga Mei 2017 terdapat 24 kasus.

"Kalau kita lihat, ada grafik kenaikan. Angka-angka ini, tidak bisa diabaikan begitu saja. Instansi terkait yang bergerak pada perlindungan perempuan dan anak-anak, harus serius menyikapi fakta ini," tulis Ketua IPHI Sumsel Dr RM Taufik Husni SH, MH dalam rilisnya.

Kendati berat untuk menyebutkannya, namun IPHI dalam menyikapi angka-angka itu, sudah memasukan Kota Palembang sebagai kota darurat predaktor Seks dengan korban anak-anak.

Adanya peningkatan ini, boleh jadi akibat mudahnya anak-anak mengakses internet berkonten pornografi yang didownload melalui Ponsel.

Bisa juga melalui Warung internet (Warnet) yang buka 24 jam dan pergaulan yang meletakan sosial media (sosmed) sebagai akses utama menjalani komunikasi.

"Semua pihak harus aktif dan tidak bisa takjub dengan angka itu saja. Harus bergerak, jika penyimpangan seks itu penyakit, maka harus diobati dengan cara-cara penyuluhan," ungkap Taufik.

Lantas bagaimana dengan sanksi hukum? Taufik menilai, predator-pedator lain yang belum ditangkap harus terus diwaspadai semua pihak, karena mereka masih bergentayangan mengincar mangsa.

Ingat jumlah anggota satu komunitas pedofilia itu mencapai ribuan orang. Dengan menghambil data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) DPD IPHI Sumsel mencatat rentang waktu tahun 2010-2014 saja, telah terjadi 21,6 juta kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, dan 58 persen diantaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak.

Dikatakan, sanksi terhadap pelaku kejahatan terhadap anak sudah diatur oleh UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pada pasal 28, mengatur setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, bisa dipidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun tahun penjara.

"Tidak ada salahnya bila penegak hukum agar memberikan hukuman yang paling maksimal bagi pemangsa anak. Selain merusak generasi muda yang nota bene sebagai generai penerus bangsa," kata Taufik Husni, seraya mengingatkan orangtua agar menjaga anak-anaknya untuk tidak mudah akrab dengan orang-orang yang baru dikenal atau yang menjanjikan sesuatu.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved