Timur Tengah

Perang Diplomatik Arab-Qatar Agenda Amerika Israel di Timur Tengah

Joseph A. Massad (2007) dalam bukunya Desiring Arabs menyebut, kawasan Timur Tengah

Editor: Salman Rasyidin
ist
Kiki Mikail 

Kedua, prospek perdamaian Israel-Palestina di tengah instabilitas kawasan.

Janji AS kepada PM Israel Netanyahu untuk memindahkan ibukota Israel ke Jerusalem akan mengundang kontroversi dan penentangan.

Ketiga, perjanjian nuklir Iran yang dianggapnya sebagai sebuah pertaruhan besar yang sedang dihadapi oleh AS.

Melunaknya sikap AS dan Iran terlihat sangat kentara ketika Hassan Rouhani yang dianggap barat sebagai penerus Khattami yang reformis, terpilih menjadi presiden Iran untuk menggantikan Ahmadinejad yang dianggap konservatif "bersedia" berdialog dengan Amerika dan lima penguasa dunia lain, termasuk Inggris, Perancis, Jerman, Russia dan China berunding dalam meja kesepakatan yang dikenal sebagai kesepakatan Geneva.

Inti dari kesepakatan ini adalah Iran harus bersedia mengurangi aktivitas pengayaan uraniumnya di bawah 20% dengan konsesi dibukanya keran embargo dari negara-negara barat.

Artinya Iran akan mendapatkan kembali pencairan dana-dana mereka dari perbankan dan aktivitas ekspor mereka bisa kembali dijalankan.

Kebijakan pada masa Obama tersebut ditinjau kembali ketika Trump mengambil alih kekuasaan di AS. Trump mengancam akan membatalkan kesepakatn nuklir dengan Iran.

Jika Trump secara sepihak membatalkan kesepakatan perjanjian nuklir ini, gejolak di kawasan tak akan terhindarkan. Di satu sisi, Amerika ingin menerapkan sanksi yang lebih ketat sedangkan disisi lain Iran merasa mempunyai lisensi untuk melakukan aktivitas nuklirnya karena AS melanggar atau mencabut perjanjian secara sepihak.

Sedangkan isu yang terakhir adalah isu pengisolasian Qatar oleh Arab Saudi dan negara negara teluk. AS melihat pemutusan diplomatik yang dilakukan Arab Saudi dan negara negara teluk terhadap Qatar akan berimbas kepada semakin meningginya tensi Arab-Qatar yang dianggapnya sebagai mitra AS di Timur Tengah.

Disatu sisi AS ingin membangun kemitraan yang lebih kuat dengan Arab Saudi namun disisi lain Qatar adalah pangkalan militer terbesar Amerika Serikat di Timur Tengah.

Departemen Pertahanan AS di Pentagon Selasa (6/6/2017) menyebutkan bahwa sebanyak 8.000 personel militer ditempatkan di Al-Udeid, Qatar, sebagai komitmen untuk mewujudkan keamanan regional.

Untuk mengurai persoalan Arab-Amerika-Qatar, menteri luar negeri Arab Saudi memberikan isyarat kepada Qatar dengan syarat melakukan beberapa hal yang dapat memperbaiki situasi politik yang semakin memanas tersebut, termasuk penghentian pemberian bantuan kepada kelompok militan Hamas di Palestina.

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved