Fase Maghfiroh, Evaluasi dan Koreksi Segala Khilaf dan Kealpaan dalam Rangka Mencari Ridho-Nya
Syukur kita ke hadirat Allah karena telah diizinkan-Nya memasuki fase kedua di bulan Romadhon, yaitu fase maghfiroh. Kita diberi Allah kesempatan untu
Oleh: Izzah Zen Syukri
(Dosen FKIP Unsri, Manager Ponpes Muqimus Sunnah Palembang)
SRIPOKU.COM - SAUDARAKU, syukur kita ke hadirat Allah karena telah diizinkan-Nya memasuki fase kedua di bulan Romadhon, yaitu fase maghfiroh. Kita diberi Allah kesempatan untuk memohon ampun dari cacat dan cela yang mungkin selama ini terasa nikmat dilakukan. Kita mengevaluasi dan mengoreksi segala khilaf dan alpa dalam rangka mencari ridho Allah. Jiwa kita, raga kita acap kali berbuat maksiat, bahkan kadang-kadang berbuat zalim. Hal ini mungkin saja disebabkan qut (santapan) yang menjadi asupan wajib bagi tubuh kita terkontaminasi dengan sesuatu yang tidak halal.
Berita Lainnya:
Inilah Keutamaan 10 Hari Kedua Bulan Ramadhan
Dikisahkan bahwa suatu hari Nabi Isa AS berjalan melintasi pemakaman. Dengan izin Allah, dia dapat menghidupkan salah satu penghuni alam barzah itu. "Siapakah dirimu, Tuan," sapa Nabi Isa As.
"Ketika hidup, aku adalah seorang buruh pengangkut kayu".
"Bagaimana keadaan dirimu sekarang?"
"Ya Nabiyallah, sungguh Allah menyukai segala amalku. Akan tetapi, ada satu hal yang membuat Allah belum ridho kepadaku. Suatu hari, saat aku mengangkut balok-balok kayu milik tuanku. Aku mengambil sedikit dari ujung balok itu untuk sekedar membersihkan gigiku dari kotoran yang menyangkut. Rupanya, perbuatanku itu tidak dihalalkan Allah".
Mengambil sedikit saja yang bukan hak kita adalah perbuatan haram. Bagaimana dengan orang-orang yang terbiasa makan dari rezeki yang tidak halal. Disebutkan dalam sebuah atsar, "Siapa yang makan makanan halal, seluruh anggota tubuhnya akan berbuat ketaatan, ia mau atau tidak. Sebaliknya, siapa yang makan dari rezeki yang haram, anggota tubuhnya akan melakukan perbutan maksiat, ia mau atau tidak".
Halal dan haram ini bukan hanya jenis makanannya yang jelas-jelas haram, seperti anjing dan babi. Haram dan halal ini juga berhubungan dengan cara mendapatkan rezekinya. Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa rezeki itu terbagi empat.
Pertama, seseorang mencari harta dengan cara yang haram dan membelanjakannya untuk yang haram. Orang ini akan menjadi penghuni neraka.
Kedua, seseorang mencari harta dengan cara yang haram dan membelanjakannya untuk yang halal. Tempatnya pun di neraka.
Ketiga, seseorang mencari harta dengan cara halal dan membelanjakannya untuk yang haram. Orang ini pun berada di neraka.
Keempat, seseorang mencari harta dengan cara halal dan membelanjakannya pun untuk keperluan yang halal. Inilah yang akan menjadi penghuni surga.
Di dalam surat Albaqoroh, ayat 168, Allah berfirman Yaa ayyuhan naas kuluu mimmaa fil ardhi halaalan thoyyiban `Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik apa yang ada di bumi". Ini perintah, bukan sekedar anjuran. Bagaimana mungkin akan akan bertaqorrub dengan Allah, kita akan mendapat cinta dan kasih sayang Allah, sementara kita masih berkutat pada rezeki yang tidak dihalalkan Allah.
Wahai saudaraku yang saat ini sedang berpuasa, mintalah pertolongan Allah agar kita tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga dapat menahan annggota tubuh kita dari mencari dan membelanjakan rezeki yang tidak halal. Jangan bangga dengan kekayaan dunia. Jangan bangga atas pujian orang untuk kita saat kita kaya. Sementara harta yang kita dapat membawa kita ke jurang neraka. Naudzubillah. (*)