Pesan Haru Siti Fatimah untuk Ali, Putri Rasulullah yang Berpulang di Hari Ketiga Ramadhan
Bagaimana kebaktian Siti Fatimah, bagaimana dia tetap berbakti kepada suaminya Ali, meski tengah menghadapi maut.
Penulis: Hendra Kusuma | Editor: Hendra Kusuma
SRIPOKU.COM -- Saat itu juga dihari puasa ketiga itu, Madinah telah kehilangan mawarnya yang kembali ke pengakuan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Alam berduka, langit mendung, dia berpulang pada malam Selasa tanggal 3 Ramadhan tahun 11 Hijriah atau 23 November 632 Masehi, dalam usia 27 tahun.
Kepergian ibu dari Hasan dan Husein dan putri kesayangan Rasulullah SAW itu, sungguh menyayat hati dan mengharu biru.
Kepedihan itu tergambar jelas dari Ali bin Abi Tholib.
Diceritakan ustadz Atoillah dalam khutbah Jumatnya, keteladanan Fatimah binti Rasulullah bukan hanya di medan perang, tetapi juga dalam mengemudikan perputaran roda rumah tangga bersama Ali bin Abi Thalib.
Sejak pengantin muda, ia telah menanggung beban berat dalam rumah tangga. Ali bin Abi Thalib menuturkan :
"Aku telah menikahi Fatimah binti Rasulullah. Aku dan dia tidak mempunyai alas tidur (kasur) selain kulit kambing yang kami tempati tidur pada malam hari, dan kami letakkan di atas unta pengangkut air pada siang hari. Dan kami juga tidak mempunyai pembantu. Ketika Rasulullah menikahkan Fatimah denganku, beliau melepaskan aku bersamanya dengan dibekali selembar beludru, bantal kulit yang berisi sabut, dua buah penggiling gandum, dan dua tempayan air. Fatimahlah yang menarik penggiling gandum, hingga membekas di tangannya. Ia yang mengambil air dengan qirbah (tempat air yang terbuat dari kulit biri-biri), hingga qirbah itu membekas di pundaknya. Ia yang menyapu rumah, hingga badannya terkena debu. Dan ia pula yang memasak di dapur, hingga pakaiannya terkotori asap api." (Ibnul Jauzi dalam Ahkamun-Nisa').
Bahkan ibu tirinya, Istri Kedua Rasullah, Siti Aisyah pun memuji sang anak, yang berpulang lebih cepat darinya itu.
Imam Muslim mengemukakan sebuah riwayat bersumber dari Aisyah, bahwa Aisyah telah mengemukakan kelebihan Fatimah :
"Pada suatu hari istri-istri Rasulullah sedang berada di sisi beliau, dan tidak ada seorangpun yang ketinggalan. Lalu datanglah Fatimah dengan berjalan kaki, dan cara berjalannya persis dengan berjalannya Rasulullah. Ketika beliau melihat, langsung beliau menyambut Fatimah, seraya bersabda,
"Selamat datang puteriku..." Lalu beliau dudukkan Fatimah disebelah kanan atau kiri beliau. Kemudian beliau membisikinya, lalu ia menangis sejadi-jadinya. Beliau membisikinya lagi, lantas sang puteri tertawa. Kemudian aku bertanya kepada Fatimah,
"Engkau telah diistemawakan oleh Rasulullah daripada istri-istrinya dengan membisikkan sesuatu, kemudian engkau menangis."
Setelah Rasulullah berdiri, aku lanjutkan pertanyaanku, "Apakah yang dibisikkan Rasulullah kepadamu ?" Jawab Fatimah,
"Aku tidak boleh membuka Rahasia Rasulullah."
Selanjutnya Aisyah berkata : Setelah Rasuullah wafat, aku berkata lagi kepada Fatimah, "Aku tetap ingi menayakan kepadamu tentang apa yang dibisikkan Rasulullah kepadamu itu."
Lalu ia menjawab, "Sekarang ibu boleh tahu. Bisikan beliau yang pertama kepadaku adalah, bahwa malaikat Jibril biasa datang kepada beliau untuk mengulangi membaca Al-Qur'an setiap tahun sekali, tetapi pada tahun ini Jibril datang dua kali. Menurut pendapatku, hal ini menunjukkan, bahwa ajal beliau telah dekat. Lalu beliau berkata kepadaku, "Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena sebaik-baik penjemputmu adalah aku." Karena itu aku menangis sebagaimana yang ibu lihat. Ketika melihat aku bersedih, beliau membisiki aku untuk yang kedua kali, "Wahai Fatimah, apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita umat ini ?" Kemudian aku tertawa sebagaimana yang ibu lihat."
Wajar jika kemudian kepergian kembang Kota Madiah itu begitu mendatangkan Pilu.
Bahkan ada rahasia yang kemudian terkisah hingga kini.
Bagaimana kebaktian Siti Fatimah, bagaimana dia tetap berbakti kepada suaminya Ali, meski tengah menghadapi maut.
Alkisah saat Rasulullah terbaring sakit, Fatimah tak henti-hentinya bersedih.
Rasulullah pun membisikkan sesuatu ke telinga anaknya : “Aku akan pergi tetapi engkau pertama yang akan menyusul,” ujar Rasulullah.
Mendengar itu, sontak raut muka Fatimah menjadi senang karena keriduannya kepada ayahanda pasti segera tertambat.
Banyak yang ingin tahu apa yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah, namun ditanya berapa kalipun Fatimah bergeming.
Fatimah menyadari ajalnya makin dekat, saat itu dia menemui ayahnya dalam mimpi : “Wahai Fatimah! aku datang untuk memberi kabar gembira kepadamu. Telah datang saat terputusnya takdir kehidupannya di dunia ini, putriku. Tiba sudah saatnya untuk kembali ke alam akhirat! Wahai Fatimah bagaimana kalau besok malam kamu menjadi tamuku?”
Inilah yang mendatangkan kedukaan yang mendalam bagi Ali. Sebab, sebelum meninggal, Fatimah berlaku tidak biasa di dalam rumah dia menyisir Hasan dan Husein dengan air mawar dan hati terus bergetar karena tahu dia akan meninggalkan dua buah hatinya.
Dia dekap Hasan dan Husein dan diciuminya dalam-dalam sembari menahan air matanya, dia berlaku tenang dan tidak sedikit pun menunjukkan tanda-tanda.
Menyaksikan itu, Ali termenung dan terus memandangi belahan hatinya tersebut. Ali terpana dan tidak mampu berkata apa-apa.
Kala itu Siti Fatimah sudah sakit keras.
Lantas Fatimah pun berkata dan tahu bahwa Ali bertanya: “Wahai Ali."
Lanjut dia:
"Bersabarlah untuk deritamu yang pertama dan bertahanlah untuk deritamu yang kedua! Jangan engkau melupakan diriku. Ingatlah diriku selalu mencintaimu dengan sepenuh jiwa. Engkau kekasihku, suamiku, teman hidupku yang terbaik, teman diriku berbagi derita dan teman perjalananku.”
Lalu keempat orang itu menangis dan berpelukan, Ali, Siti Fatimah dan anaknya Hasan dan Husen, meski tidak sadar apa yang akan terjadi kepada ibunya yang begitu sabar itu.
Fatimah lalu meminta kedua anaknya berziarah ke pemakaman Baki.
Anak-anaknya menurut. Untuk terakhir kali Fatimah memandang Ali secara mendalam.
“Halal semua atasku wahai cahaya kedua mataku,” ujar Fatimah memohon maaf.
Fatimah kemudian berbaring dan menyuruh Asma binti Umais menyiapkan keperluan dan makanan.
Memang tak disangka, beberapa waktu sebelum ditariknya nyawa Fatimah, dua anaknya kembali ke rumah.
Fatimah pun menyuruh lagi keduanya pergi ke Raudah, dia tidak ingin anaknya sedih melihatnya menghadap Ilahi.
Dalam penderitaan kesakitannya yang tidak bertepi, Fatimah berbisik kepada Ali.
Dia menitipkan wasiat kepada Ali, yaitu permohonan maaf kepada Ali, meminta Ali mencintai kedua anaknya, meminta dirinya dimakamkan pada malam hari agar saat dikebumikan tidak banyak dilihat manusia, dan meminta Ali untuk sering mengunjungi makamnya.
Wasiat Cinta Abadi Siti Fatimah untuk Ali dan Kedua Anaknya
Saat menitipkan wasiat, tiba-tiba dua anaknya kembali dari Raudah.
Sadar kondisi ibunya yang sudah tidak berdaya, mereka mendekap Fatimah erat-erat.
Fatimah meminta keduanya agar jangan berpaling di jalan Al-Quran, jalan Rasulullah dan melawan ayahnya.
Fatimah meminta semua orang keluar dari kamarnya, dia hendak menyendiri dan ingin bersama tuhannya.
Fatimah berpesan jika tidak ada lagi sahutan dari dalam kamar maka dia telah berpulang.
Meski tidak banyak yang tahu karena dia wafat pada malam hari dan dimakam pada malam itu, tetapi alam tetap berduka.
Semua berduka karena kehilangan seorang yang terlahir bak bidadari, wanita yang tangguh dan sudah teruji dalam peperangan ketika berangkat bersama sang Rasulullah.
Ketika meninggal dunia, sang puteri (Fatimah binti Rasulullah) dimandikan oleh Asma' binti Uwais dan Ali bin Abi Thalib.
Sementara itu, Asma' bersikukuh tidak memperbolehkan seorangpun masuk ke ruang pemandian jenazah Fatimah.
Dan ketika telah di kuburkan, Ali bin Abi Thalib langsung berdiri di sisi kuburnya, seraya berkata :
"Dua kekasih yang berkumpul, pasti akan berpisah...Dan semua selain kematian, adalah sedikit. Kehilangan terhadap seorang demi seorang, suatu bukti bahwa kekasih itu tiada abadi..." (berbagai sumber)