Ramadan 2017
Mutiara Ramadan: Ramadhan dan Pesan Perdamaian
BAGI umat Islam secara substansial, Ramadhan ialah pusat latihan untuk meningkatkan kualitas ibadah, memperbaiki akhlak (moral), dan berbagi dengan fa
Oleh: H Hendra Zainuddin MPd.I
(Pimpinan/Pengasuh Pesantren Aulia Cendekia
Talang Jambe Palembang)
SRIPOKU.COM - BAGI umat Islam secara substansial, Ramadhan ialah pusat latihan untuk meningkatkan kualitas ibadah, memperbaiki akhlak (moral), dan berbagi dengan fakir miskin (sedekah dan zakat). Artinya, peneguhan identitas sebagai Muslimlebih menonjol, sehingga bulan suci Ramadhan lebih diwarnai simbol-simbol keislaman. Dalam konteks inilah, kata kunci yang sering dilupakan umat Islam Indonesia dalam memaknai Ramadhan ialah toleransi dan kedamaian. Bukankah Islam di Indonesia ialah agama yang dipeluk mayoritas penduduk. Maka, sebulan penuh di bulan Ramadhan seakan menjadi milik umat Islam. Warnanya seakan menjadi satu, Islami.
Berita Lainnya:
Mengenal Surga Dan Neraka
Kata kunci, toleransi merupakan paradigma awal menuju cita-cita kedamaian dan perdamaian menjadi sesuatu yang amat penting, tentang bagaimana kelompok non-Muslim menghargai umat Islam yang berpuasa. Dan sebaliknya umat Islam menghargai non-Muslim yang tidak berpuasa. Hubungan timbal balik ini merupakan spirit bagi berbagai upaya untuk selalu menghargai dan memelihara kedamaian. Karena itulah, Ramadhan memiliki signifikansi yang jelas dalam upaya memperkuat toleransi dan ikut mendorong terciptanya perdamaian saat pertikaian antarkelompok, aliran, dan agama yang saat ini masih menjadi masalah krusial di Indonesia.
Berbagai konflik atas nama agama, etnik, dan aliran yang terjadi selama ini masih menjadi "momok" bagi kita akibat kesalahpahaman, kepentingan, dan kontestasi ideologi. Kini kedamaian seakan menjadi "barang mahal" akibat perilaku manusia yang suka berbuat kerusakan dan pertikaian. Di sinilah, Ramadhan sebagai bulan suci mengajarkan kepada umat Islam agar menahan diri dari kebencian, kedengkian, pertikaian, dan kemungkaran antarsesama manusia. Tentu saja, toleransi timbal balik yang bisa menjembatani aneka perbedaan yang kita rasakan di bulan Ramadhan dalam hubungan antaragama.
Bulan suci Ramadhan yang membawa visi perdamaian menuntut kita untuk menghindari sikap permusuhan di antara sesama manusia. Islam sendiri secara otentik bisa dimaknai sebagai agama perdamaian. Karena itulah, pesan substansial dalam ajaran Ramadhan adalah menciptakan perdamaian sejati, bukannya memperbanyak perselisihan, pertikaian, dan bahkan peperangan. Hal ini dibuktikan dalam al-Quran yang menyebutkan, ibadah puasa yang menjadi ibadah pokok di bulan Ramadhan tidak hanya milik umat Islam, tetapi juga telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu. "Wahai sekalian orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa" (QS.al-Baqarah: 183). Di sinilah, puasa diletakkan sebagai ibadah universal, yang secara nyata pernah dipraktikkan agama-agama lain.
Berpijak kepada kondisi inilah, perdamaian yang sejati seharusnya menjadi paradigma fundamental dalam pergaulan antarsesama umat manusia meski berbeda suku, bangsa, dan agama. Sebab, perdamaian merupakan cita-cita bersama umat manusia. Cita-cita ini dapat terwujud jika umat manusia memiliki kesadaran tentang toleransi dan adanya keadilan (kesetaraan) dalam kehidupan sosial.
Seperti dikatakan duta perdamaian PBB, Cheikh Ahmed pada Khaleej Times,memang dalam praktiknya terkadang sulit mewujudkan perdamaian di tempat-tempat tertentu. Namun upaya merajut toleransi tetap menjadi agenda serius dalam upaya mewujudkan perdamaian. Bulan suci Ramadhan adalah waktu refleksi untuk perdamaian, yang bisa mengakhiri permusuhan.
Karenanya, puasa di bulan Ramadhan mengajarkan kepada kita, seperti pernah diungkap Ismail al-Faruqi, adalah latihan terbaik dalam seni mengendalikan diri (the art of self mastery). Artinya, latihan untuk mengendalikan diri ini harus tercermin dalam gerak selanjutnya, bukan sekadar terjadi di bulan Ramadhan. Ajaran puasa--menahan lapar, minum, berhubungan seksual, dan menahan sifat marah, benci, dengki, dan sebagainya--adalah sebuah latihan untuk mengendalikan diri dari godaan untuk berbuat yang menimbulkan permusuhan.
Sebagai makhluk sosial, manusia diwanti-wanti oleh Islam agar mewujudkan perdamaian dan menjauhkan kerusakan dalam lingkup sosial kemasyarakatan. Allah sangat mengecam kerusakan yang dilakukan umat manusia di muka bumi ini. Dalam hal ini, menjaga lingkungan dari kerusakan adalah sebagian dari ajaran Islam untuk mewujudkan kebersamaan dan kedamaian bersama.
Menghadirkan kedamaian pada diri sendiri dan masyarakat tidak akan bernilai tanpa dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah dan kepatuhan kepada Rasulullah Saw, karena perintah perdamaian dan larangan berbuat kerusakan adalah perintah Allah dan perilaku yang dilakukan oleh Nabi. Ketakwaan merupakan puncak tertinggi capaian manusia sebagai tujuan utama ibadah puasa Ramadhan. Insya Allah. (*)