Tanya Jawab Puasa
Keutamaan I'tikaf
Saya Mulyadi di Lahat pada kesempatan ini mau mengajukan pertanyaan, apa hukum Itikaf bagi lelaki dan perempuan? Apakah ketika i'tikaf itu disyaratkan
Pertanyaan
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya Mulyadi di Lahat pada kesempatan ini mau mengajukan pertanyaan, apa hukum Itikaf bagi lelaki dan perempuan? Apakah ketika i'tikaf itu disyaratkan harus berpuasa? Apa saja yang dikerjakan orang yang beritikaf dan kapan dia harus masuk tempat i'tikafnya dan keluar darinya?. Terima kasih Ustaz atas jawabannya.
Jawaban
Wa'aikum salam warahmatullai wabarakatuh, Saudara Mulyadi di Lahat, kami mengucapkan terima kasih atas partisifasinya dalam rubrik ini. I'tikaf itu hukumnya sunnah, baik bagi lelaki maupun perempuan, sesuai dengan tuntunan dan ajaran baginda Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau selalu beri'tikaf di bulan Ramadhan. Kemudian i'tikaf beliau menjadi rutin, terutama setiap sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Bahkan, isteri beliau pernah beri'tikaf bersamanya. Kemudian setelah beliau meninggal dunia, isterinya senantiasa beri'tikaf dan tidak meninggalkannya sama sekali. Sedangkan tempat i'tikaf adalah masjid-masjid yang di dalamnya dilaksanakan shalat jamaah, dan sangat diutamakan mengerjakannya di masjid yang di situ akan dilaksanakan shalat Jum'at. Adapun waktu i'tikaf, menurut pendapat jumhur ulama bahwa tidak ada batasan tertentu mengenai waktunya, dan tidak pula disyaratkan harus berpuasa saat mengerjakannya, tetapi jika dibarengi dengan puasa Ramadhan maka itu i'tikaf itu lebih afdhal dan besar pahalanya. Dan sunnahnya, seseorang harus masuk ke mu'takafnya (tempat i'tikaf) saat dia berniat hendak i'tikaf, kemudian keluar setelah habisnya masa yang diniatkan itu, dia juga bebas menghentikan i'tikafnya jika dia harus melakukannya. Sebab, i'tikaf hukumnya adalah sunnah.
Seseorang tidak wajib melakukannya kecuali dia memang bernazar untuk mengerjakannya. Sedangkan yang paling dianjurkan untuk mengerjakan i'tikaf adalah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, sesuai dengan kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Dan disunnahkan bagi seseorang yang hendak i'tikaf untuk masuk ke dalam mu'takafnya setelah shalat subuh pada hari kedua puluh satu. Lalu dia selesai dari i'tikafnya ketika sepuluh terakhir dari Ramadhan itu habis. Tetapi, jika dia menghentikan i'tikaf sebelum habis sepuluh terakhir, maka hal itu tidak mengapa baginya. Selama i'tikaf itu bukan sesuatu yang dinadzarkannya. Dalam beri'tikaf dianjurkan memperbanyak dzikir, baca Al-quran, istighfar, berdoa, dan mengerjakan shalat pada selain waktu-waktu yang dilarang. Seorang yang sedang i'tikaf, maka tidak menjadi masalah jika dia dikunjungi teman-temannya. Juga tidak masalah untuk berbincang-bincang dengan mereka, sebagaimana yang dilakukan Nabi waktu i'tikaf beliau dikunjungi beberapa isterinya dan beliau berbincang dengan mereka.
Beliau pernah dikunjungi isterinya, Shafiyyah, saat beri'tikaf di bulan Ramadhan, ketika Shafiyyah bangkit hendak pergi, beliau pun bangkit bersama Shafiyyah, mengikutinya sampai pintu masjid. Jadi semua hal ini menunjukkan bahwa hal itu tidak mengapa untuk dilakukan. Perbuatan beliau ini menunjukkan betapa sempurna ketawadhu'an dan kerendahan diri beliau, dan betapa indah riwayat hidup beliau bersama para isterinya. Semoga shalawat Allah dan salam-Nya senantiasa tercurah kepada beliau. Demikian, Wallau a'lam bishshawab.
Keterangan
Ustaz Muhammad Adil, dosen UIN Raden Fatah Palembang mengajak berdialog soal Islam. Pertanyaan bisa disampaikan melalui fanpage facebook Tanya Ustaz M Adil (https//www.facebook.com/pages/tanya-ustad-adil) atau akun Muhammad Adil, e-mail: Muh.Adil1973@gmail.com; M.adil73@yahoo.com; sriwijayapost@yahoo.com; redsripoku@gmail.com; dan Twitter: @Adil1973 atau SMS ke nomor mentari 08151673494, simpati 082175363144 atau XL 087897737294.