Kebiasaan yang Tinggal Kenangan dan Adat Menyambut Tamu Masyarakat Sumsel

TAMU adalah raja. Itulah ungkapan yang ada di relung hati setiap warga Kota Palembang khususnya, dan warga Sumatera Selatan pada umumnya.

Editor: Sudarwan
zoom-inlihat foto Kebiasaan yang Tinggal Kenangan dan Adat Menyambut Tamu Masyarakat Sumsel
DOK SRIPOKU.COM
Ilustrasi: Ketua KPU RI, Prof Dr HA Hafiz Anshary AZ, MA yang tiba di Empatlawang dalam rangka peresmian kantor KPU Empatlawang disambut tarian Selamat Datang, Selasa (31/5/2011).

TAMU adalah raja. Itulah ungkapan yang ada di relung hati setiap warga Kota Palembang khususnya, dan warga Sumatera Selatan pada umumnya.

Kalau dulu di kota ini masih selalu ditemui ada wadah air minum dengan cangkirnya di depan rumah penduduk di kampung-kampung, kini kebiasan ini hanya tinggal kenangan.

Kalau pun ada hanya bisa kita ketemukan di beberapa pemukiman penduduk di daerah pedalaman.

Khusus daerah pedalaman, masih terbiasa bila ada pendatang yang berjalan di lingkungan suatu kampung, mereka sering ditegur untuk singgah ke rumah mereka, paling tidak bila kita misalnya, benar-benar ingin singgah, mereka tak segan menyuguhi kita air kopi.

Inilah kebiasaan yang baik yang memang perlu terus dilestarikan karena dengan sifat yang demikianlah para pendatang dulunya yang datang dan ingin berdagang di kota ini sangat senang.

Mereka bukan hanya datang dari dalam negeri, tapi juga dari China, Arab, dan bahkan negeri India.

Kebanyakan mereka tidak kembali lagi ke negaranya. Mereka tinggal dan kerasan di sini.

Upacara penyambutan tamu secara formal banyak dilakukan dan dengan beragam tata krama.

Secara garis besar selalu disambut dengan tarian atau pencak silat.

Upacara ini dilakukan untuk menghormati para pembesar atau tamu terhormat.

Demi kelancaran penyambutan itu, biasanya secara protokoler para tamu diberi petunjuk-petunju tentang upacara itu.

Di saat tamu dan rombongan memasuki pintu atau masuk batas di mana lokasi upacara akan dihelat, mereka sudah ditunggu oleh serombongan pendekar yang menarikan tari silat baik dengan tangan kosong maupun dengan senjata pedang.

Setelah sampai jurus tertentu barulah tamu dipersilakan melewati para pesilat dan diterima pemuka adat untuk kemudian memasangkan pakaian adat daerah berupa kain songket dan tanjak, minimal mengenakan tanjak saja.

Setelah dipersilakan menuju ke tempat upacara, mereka disambut dengan hamburan beras kunyit dengan beberapa serapahan kata-kata tanda penerimaan para tamu di tempat upacara.

Mendekati tempat upacara para tamu disambut dengan tari tepak yang diiringi dengan lagu Gending Sriwijaya oleh sembilan gadis berpakaian adat, satu di antaranya membawa tepak untuk disuguhkan kepada tamu undangan.

Jumlah penari bervariasi dan minimal tiga orang. Tepak dibuka lalu tamu dipersilakan untuk mengambil sirih, kapur dan pinang, kemudian menggigitnya sedikit. Barulah tamu dipersilakan menempati tempat yang telah disediakan. (Aminuddin, Sumber : Petunjuk Kota Palembang oleh Jalaluddin)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved