Anak anak Jadi Kurir Narkoba

Dididik Sejak Usia 10 Tahun

Siapa menyangka jika di perkampungan di Palembang Ilir tidak jauh dari Pelabuhan Boombaru dan Pasar Kuto itu menjadi cikal-bakal transaksi narkoba.

Editor: Soegeng Haryadi
Shutterstock
Ilustrasi sabu-sabu 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Matahari tampak malu-malu bersembunyi di balik awan kelabu. Mendung mulai menggelayut. Namun suara canda anak-anak sesekali terdengar di antara deruman motor dan mobil yang melintas. Sayup-sayup alunan lagu Cita Citata, "Sakitnya di sini" mengalun merdu dari salah satu rumah panggung yang terbuat dari papan.

Sepintas tiada yang istimewa di permukiman padat penduduk disalah satu kawasan dalam wilayah Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Ketika pagi menjelang hingga matahari tenggelam, kehidupan di kawasan itu tak jauh berbeda dengan sudut kota Palembang lainnya.

Semua sibuk mencari nafkah. Mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada yang menjadi penarik becak, juru parkir, buruh cuci, berdagang, menjadi pelayan toko/restoran hingga pegawai kantoran. Sementara anak-anak pun sibuk dengan rutinitasnya menuntut ilmu di sekolah.

Mayoritas penduduk disana adalah warga perantauan dari dusun di seputar Palembang atau provinsi tetangga dan seberang pulau. Mereka menyewa atau mengontrak rumah-rumah panggung yang berdinding kayu di lorong-lorong tikus di kawasan itu. Ada yang sudah dicor semen namun tidak sedikit pula yang masih berupa tanah merah. Banyak kendaraan yang lalu lalang disana.

Siapa menyangka jika di perkampungan di Palembang Ilir yang tidak jauh dari Pelabuhan Boombaru dan Pasar Kuto itu menjadi cikal-bakal tempat transaksi narkoba? Bahkan tidak sedikit anak-anak baru gede (ABG) yang dijadikan sebagai kurir. Seperti yang terungkap dari hasil penelusuran Sripo selama beberapa pekan.

Sulit dipercaya, di hampir setiap lorong atau gang rumah-rumah semi permanen itu atau tempat sampah, banyak ditemukan bong (alat hisap sabu-red) dan sisa-sisa klips bening transparan yang merupakan tempat untuk membungkus sabu. Selain dibuang begitu saja, klips transparan dan juga bong itu juga banyak disembunyikan di sela-sela papan rumah.

Tim juga menemukan beberapa hal yang sangat mencengangkan. Di sebuah rumah yang informasinya merupakan milik seorang bandar, ditemukan kamera CCTV yang terpasang sembunyi di sudut depan luar rumah. Bahkan untuk mengelabui, kamera CCTV tersebut ditutupi dengan kain buruk yang otomatis hanya akan dikira penyumbat bagi orang awam.

Untuk memuluskan transaksi narkoba yang dijalani tidak ada yang tabu bagi para pengusaha narkoba. Sejumlah bandar dan kurir narkoba memperkerjakan ABG. Bahkan anak-anak berusia 10 tahun pun sudah mendapatkan job untuk menjadi kurir. Tujuannya, untuk mengelabui aparat kepolisian dengan beranggapan seorang anak atau pun ABG tidak akan dicurigai sebagai pelakon bisnis haram ini.

Seorang warga yang pernah tinggal di kawasan ini, menuturkan, umumnya dikawasan itu, usaha narkoba sudah dijalani turun-temurun dari orangtua. Bahkan, orangtua dengan santainya mengkonsumsi sabu di depan anak-anaknya yang masih di bawah umur. Tak hanya itu, mereka juga memperkerjakan anak-anaknya untuk mengantar sabu kepada pembeli.

"Anak-anak usia 10 tahun sudah mulai dijadikan kurir. Mereka biasa diupah orangtuanya Rp 20 hingga Rp 50 ribu. Sengaja menugaskan anak-anak supaya bisa mengelebaui polisi," kata pria yang meminta untuk tidak disebutkan identitasnya ini.

Untuk menugaskan anak-anak menjadi pengantar narkoba, masih kata pria ini, tidak ada pendidikan khusus yang diberikan orangtua atau bandar narkoba lain. Si anak hanya diminta untuk tidak menunjukkan gelagat mencurigakan selama membawa narkoba. Ia juga diharuskan untuk tidak merespon sapaan orang yang tidak dikenal dan acuh saja. Hanya segelintir ilmu itu yang diberikan kepada anak-anak kurir narkoba. (tim)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved