Pohan: Mereka Berlagak Pilon, Muka Tembok, Masa Bodoh

Tak bisa dimungkiri, saya kira ada juga tuh yang sudah jelas-jelas tahu termasuk (menteri) yang 'kena', tapi pura-pura enggak tahu

Editor: Sudarwan
KOMPAS.com/Indra Akuntono
Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan membantah bahwa Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tidak bertindak tegas terhadap para menteri yang tidak fokus bekerja dan berkinerja buruk. Dia menilai, seharusnya menteri yang bersangkutan mengundurkan diri.

"Tak bisa dimungkiri, saya kira ada juga tuh yang sudah jelas-jelas tahu termasuk (menteri) yang 'kena', tapi pura-pura enggak tahu. Mereka berlagak pilon, muka tembok, masa bodoh," kata Pohan melalui pesan singkat, Kamis (5/6/2014).

Menurut Pohan, persoalan reshuffle bukan hanya masalah administratif dan otoritas presiden. Presiden bisa saja mengganti menteri-menteri yang tidak fokus dan berkinerja buruk karena presiden bukan figur yang mudah didikte oleh siapa pun.

Wakil Ketua Komisi I DPR itu berpendapat bahwa kementerian koordinator masing-masing memiliki penilaian terhadap menteri-menteri yang berkinerja buruk. Menteri koordinator mengetahui kementerian atau menteri yang koordinasinya tidak berjalan.

"Termasuk menteri-menteri yang aktivitasnya didominasi cawe-cawe (ikut campur) cari peluang baru ke presiden baru. Mungkin takut ketinggalan kereta," katanya.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan rapor merah kepada 10 menteri yang kementeriannya dianggap tidak memberikan kinerja yang memuaskan. Tiga di antaranya adalah Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dan Kementerian Agama, yang kini posisi menteri definitifnya masih kosong. Mereka dianggap tidak optimal dalam melaksanakan instruksi presiden dan rencana kerja pemerintah (RKP).

Presiden sempat mengeluarkan dua instruksi, yakni terkait dengan penghematan Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2014 dan instruksi agar para menteri menghindari pengambilan kebijakan yang kontroversial.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved