Berita Palembang
Sumsel Peringkat Ketujuh Transaksi Keuangan Mencurigakan, 8 Persennya Diduga Korupsi
PPATK mencatatkan Provinsi Sumsel menduduki peringkat ketujuh nasional dalam Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM).
Penulis: Jati Purwanti | Editor: Tarso
Laporan wartawan sripoku.com, Jati Purwanti
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatatkan Provinsi Sumsel menduduki peringkat ketujuh nasional dalam Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM).
Posisi ini satu peringkat lebih rendah dibanding Jateng sementara untuk peringkat pertama hingga kelima yakni DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Banten dan Sumut.
Perwakilan Bimbingan Direktorat Pelaporan PPATK Hendri Hanafi mengatakan total terdapat 6236 transaksi keuangan yang diindikasikan sebagai transaksi keuangan mencurigakan dalam kurun waktu 2010-2018.
"Jumlah transaksi ini sekitar 1,93 persen dari jumlah transaksi keuangan mencurigakan nasional," ujarnya pada Kegiatan Survei Persepsi Publik Indonesia Terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2018, Senin (23/07/2018).
Tren transaksi keuangan mencurigakan ini pun semakin meningkat dalam kurun waktu delapan tahun ini.
Total nominal seluruh LKTM Sumsel sebesar Rp 1,52 T dengan persentase 67 persen atau 4187 dengan transaksi kurang dari Rp100 juta, lalu 29 persen atau sebanyak 1783 transaksi dengan nilai transaksi Rp100 juta - Rp 1 miliar dan sisanya 4 persen atau 266 transaksi di atas Rp1 miliar.
"Selama delapan tahun ada 6236 LKTM dan per Juni 2018 ini sudah ada 416 LTKM di Sumsel dengan nominal transaksi tertinggi Rp 58.750.000.000," tambah Hanafi.
Dia melanjutkan mayoritas laporan terkait transaksi pada bank umum sebesar 70 persen dan 30 persen sisanya di beberapa lembaga keuangan seperti pembiayaan konsumen, PVA, KUPU, Perusahaan Berjangka, Anjak Piutang, BPR, Leasing serta Asuransi Kerugian.
Transaksi mencurigakan ini tidak tergantung pada komoditas di suatu daerah.
"Mayoritas transaksi dilakukan di bank-bank besar ada di Palembang, Lubuklinggau dan OKI. Palembang tertinggi dikarenakan ini sebagai kota terbesar di Sumsel dan juga pusat ekonomi," lanjutnya.
Dia mengungkapkan total 3125 LKTM terindikasi tindak pidana atau sebesar 50.11 persen.
Transaksi penipuan sebesar 2187 atau sekitar 71 persen, perbankan 416 atau 13 persen, korupsi 256 atau sekitar 8 persen kemudian sisanya disumbang oleh narkotika, penyuapan, penggelapan, perjudian, pajak, psikotropika, persaingan manusia hingga prostitusi.
"LKTM Sumsel didominasi transaksi penipuan, perbankan, dan korupsi," katanya.
Sementara untuk mayoritas terlapor LKTM, jelas Hanafi, berasal dari kalangan pengusaha, pegawai swasta dan Aparatur Sipil Negara.
"Tak hanya itu, kalangan IRT pun masuk dalam daftar terlapor ini. Sejak 2010 sudah terlapor ada 507 LKTM dari IRT." tutupnya. (mg3)